TANTE INEZ PERGI KELUAR. Dia mendapat telepon dari temannya. Suatu hal terlintas di pikiran seakan-akan ada kereta yang lewat. Regis terus tersenyum memandang Vera dan Marina.
“Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu, Dek.”
Vera terlebih dahulu menatap Merpati di pundaknya. Marina menilik keheranan.
“Boleh aku ungkapkan ke Dek Marina?”
Merpati manggut-manggut seraya mengepakkan sayap putih. Vera mengintip Marina keheranan dia berbicara sendiri.
“Buat gadis cantik ini senang, Vera.”
Perasaan Vera bagaikan disiram air dingin. Dia cepat-cepat mengeluarkan kedua kipas lipat di saku celana. Lalu, tangannya mulai menari-nari. Kedua lengan Vera timbul gelombang angin yang meliuk-liuk serupa gerakan ular. Marina takjub sekali, seakan menyaksikan bintang jatuh di langit.
“Jadi, Kak Vera punya kekuatan super?” lontar Marina.
Vera mengangguk tersenyum.
“Dan Kak Vera juga berusaha mencari ramuan untuk menyembuhkan penyakitmu, Dek Marina,” timpal Regis dengan ekspresi penuh harapan.
Marina tertegun mendengar ucapan Regis. Ibarat ada memecahkan ban mobil di dekatnya.
“Apa benar Kak Vera yang diucapkan Kak Regis, kalau Kakak sedang mencari ramuan untuk menyembuhkanku?”
Tatapan Marina cerah bak ada matahari menempel di mukanya.
“Iya benar, Dek Marina. Jadi kamu harus semangat ya sampai Kak Vera bisa memberikan ramuan itu padamu,” ucap Vera dengan mata mulai berkaca-kaca.
“Baik Kak Vera, aku akan tetap semangat!” kata Marina membuat mereka tertawa kecil.
***
Vera makan malam bersama Ibu. Lidahnya kayak ditusuk-tusuk menikmati cita rasa makanan yang mereka buat. Ibu mengintip Vera. Tatapannya mirip polisi interogasi penjahat. Lantas Ibu membuka suara membuat Vera serasa ditusuk duri.
“Kalian udah pacaran ya?”
“Ibu tahu dari mana?” tanya Vera setelah menelan makanan.
Ibu tersenyum kecil. “Pada saat Regis nganterin kamu pulang. Wajah kalian memancarkan kebahagiaan gitu,” tandas Ibu sedikit lebay.
Vera tertawa mirip orang habis menonton film komedi.
“Kapan dia menyatakan cinta kepada anak Ibu yang cantik ini?” Ibu mencubit pelan hidung Vera.
“Ih, Ibu,” Vera menepis pelan tangan Ibu. “Tadi sore Ibu, saat kami merayakan ulang tahun Dek Marina di Rumah Sakit.”
“Wah, pasti dia bahagia dirayain bareng kalian,” jawab Ibu, dia sudah tahu kalau Adik Regis menderita suatu penyakit.
“Iya, Ibu. Nah, di saat itulah Dek Marina minta Kak Regis untuk menyatakan cintanya kepadaku.”
Wajah Ibu menyerupai manusia diberi kejutan.
“Loh, jadi Adiknya yang minta kalian berpacaran?”
“Iya Ibu, soalnya Kak Regis mulai suka denganku saat pertama kali bertemu dengannya. Tapi, dia malu mengungkapkannya di depanku. Jadi, Kak Regis sering curhat ke Adiknya kalau dia suka denganku. Karena sudah bosan, dia minta hal itu kepada kami berdua,” jelas Vera mirip presenter.
Ibu tertawa ringan mendengar penjelasan Vera.
“Bisa-bisanya Adik Regis memikirkan hal itu, ya.”
***
Jam sebelas malam. Vera dan Merpati (berwujud manusia) berada di halaman belakang rumah. Angin terus bertiup menjadikan suhu serupa masuk ke kulkas. Lampu-lampu rumah Vera dan tetangga menyinari pandangan mata dari kegelapan. Suara jangkrik juga ikut menemani kesepian mereka.
“Sekarang keluarkan senjatamu!”
Vera menuruti perintah Merpati. Dia membuka lipatan kipas dan memegang dengan erat.