Para Pejuang Indonesia Volume 1

Rachman Anrabel
Chapter #22

22. Vera

DAFFA TERLIHAT FOKUS SEKALI ke layar laptopnya. Jari jemari dia begitu cepat mengetik seolah menjadi mesin pabrik. Merpati berwujud burung berada di pundak Daffa. Vera yang memperhatikan hanya bisa diam. Dia masih cemas dengan keadaan Regis. Kedua pundaknya terus dielus Ria. Tina masih sempat membuat tugas prodi arsiteknya yang belum dia selesaikan.

           “Kalau kalian jadi orang kaya yang diburu oleh penjahat, apa yang kalian lakukan?” Daffa tiba-tiba bertanya.

Pikiran Vera mulai menjadi kipas angin yang baru dinyalakan. Tangan Tina yang menggambar bangunan berhenti sejenak.

           “Aku akan kabur ke luar negeri,” jawab Tina ketus lalu lanjut menggambar.

Daffa tampak santai dengan jawaban Tina.

“Kalau kau apa Vera?”

Pikiran Vera berusaha berimajinasi.

           “Mungkin pendapatku juga sama seperti Tina,” kata Vera.

           “Kalau kau Ria?”

Ria mirip mahasiswa yang diberikan pertanyaan oleh dosen.

           “Kalau aku kaya raya, aku akan membeli banyak rumah terus bersembunyi di salah satu rumah yang kubeli.”

Daffa semringah. Dia pun lanjut mengetik secara cepat.

           “Akhirnya ketemu juga!”

Vera merasa mendengar teman yang ingin membuka gosip.

           “Rumah dokter Eko ada lima yang tersebar di penjuru kota Palembang. Mereka ternyata bersembunyi di salah satu rumah dekat SMP Negeri 9 dan 10,” jelas Daffa terus fokus memandang layar laptop.

           “Mereka?” tanya Vera.

           “Iya, sisa dua dokter yang kita cari ada di sana.”

           Akhirnya, Vera serasa minum es jeruk di kala panasnya hari.

           “Ayo kita ke sana sekarang,” kata Vera seperti menyuruh.

Daffa mengangguk, dia mengeluarkan empat bola portal di laci meja persegi. Lantas Daffa melemparkan satu bola portal itu ke depan. Bola portal meledak dan membentuk lubang cahaya putih yang berputar-putar. Tubuh Vera seolah ingin terhisap ke dalamnya. Seperti biasa, Tina lari duluan. Meninggalkan tugasnya yang belum selesai di meja persegi. Daffa berdecak. Setelah memasukkan laptop ke tas, dia pun menyusul. Ria, Vera dan Merpati turut ikut di belakang.

***

Suasana SMP Negeri 10 dan 9 yang bersebelahan sepi karena hari libur. Awan putih bagaikan kapas mempercantik langit biru. Angin bertiup sedikit kencang, menggoyangkan rambut Vera. Jalan raya banyak mobil dan motor yang lewat. Daffa pun jalan di depan, menuntun mereka ke rumah Dokter Eko.

“Itu dia rumahnya,” tunjuk Daffa, setelah mereka berbelok memasuki perumahan.

Rumah persembunyian Dokter Eko lumayan besar. Mereka terus berjalan mendekati rumah itu. Di tengah-tengah rumah penduduk ada tanah yang tidak dibangun rumah. Pohon-pohon bertumbuh lebat bagai hutan di tanah tersebut. Mereka pun sampai di pagar rumah Dokter Eko yang tinggi. Daffa mengetuk pagarnya bak menonjok wajah orang.

           “Dokter Eko, ini kami dari Pejuang Unsri!” teriak Ria kencang.

Vera melihat pintu besar itu terbuka sedikit. Ada kepala yang mengintip mereka.

Lihat selengkapnya