UDARA BERTIUP KENCANG, membuat rambut Vera berkibar-kibar. Matahari bersinar terang di atas langit biru. Perahu kecil dan kapal pengangkut batu bara bergerak di atas Sungai Musi. Kaki Vera terus bergerak di tanah hijau mirip lapangan golf. Gapura bertuliskan makam ‘Komplek Makam Ratu Bagus Kuning’ menyambut. Para monyet berekor panjang juga turut menyambut. Daffa mengeluarkan kantong serut di tasnya. Dia menaburkan serbuk peri itu di kedua telinganya.
“Tujuanmu menaburkan serbuk peri ke telinga supaya kau mengerti bahasa mereka?” tanya Merpati dengan ekspresi ingin tahu.
Daffa mengangguk. Merpati terpukau, seakan-akan jadi orang yang melihat artis lewat.
“Bisakah kami bertemu dengan Roh Ratu Bagus Kuning?” tanya Daffa kepada monyet yang dekat di kakinya.
Monyet ekor panjang sedikit gemuk bersuara. Vera tidak mengerti apa yang si monyet itu katakan. Tetapi, Daffa terlihat manggut-manggut. Seperti orang Indonesia yang mengerti apa orang asing dari Inggirs katakan saat mengobrol. Para monyet bertambah banyak mendekat. Angin terus bertiup kencang. Raut wajah Vera berubah menjadi ingin siap bertempur. Kedua tangan Vera juga ingin membuka kedua kipas lipat. Namun, tangan Ria menahan.
“Jangan menyerang mereka,” bisiknya.
Vera pun mengangguk sekilas dan kembali bersikap biasa saja.
“Kami hanya ingin bertemu Roh Ratu Bagus Kuning,” jawab Daffa dengan nada memohon.
Si monyet itu menatap Daffa terus. Lalu dia bersuara dan balik kanan. Daffa pun memandang mereka.
“Kita disuruh ikutin dia,” tunjuk Daffa ke si monyet.
Mereka berjalan membuntuti si monyet. Para monyet yang lain juga ikut di belakang. Rupanya para monyet itu menuntun mereka ke Stadion Patra Jaya. Karena pintu masuk stadion dikunci, para monyet mengajak mereka melompati dinding stadion. Monyet-monyet itu lihai sekali memanjat. Vera membuka kedua kipas lipat. Dia membuat gelombang angin, yang membuat dirinya, Ria, Merpati, Daffa, dan Tina terbang melewati dinding stadion. Vera bernapas lega. Mereka mendarat dengan selamat, karena Vera juga membuat pijakan gelombang angin.
Di dalam stadion, perasaan Vera sedikit dihantam mengamati lapangan hijaunya terdapat banyak sampah. Bangku penonton rusak dan ditumbuhi rerumputan hijau yang sangat lebat. Vera tertegun menyaksikan busana menutup aurat yang dipakai Ratu Kuning dengan campuran baju bola Sriwijaya FC. Warna kuning pakaian tersebut sangat mencolok jika dipandang. Di kaki kanannya terdapat bola yang seperti ingin dia lempar ke wajah Vera.
“Kalian siapa, berani-beraninya datang menemuiku?”
Nada suaranya begitu tegas seakan dia menjadi pelatih komando.
“Kami ingin ramuan penyembuhan,” jawab Daffa langsung ke intinya.
Roh Ratu Bagus Kuning tertekejut mendengarnya. Monyet-monyet di sekitar mereka menggeram. Lantas, Roh Ratu Bagus Kuning tertawa. Vera, Ria, Tina, Merpati, dan Daffa keheranan seakan ada lelucon garing yang dilontarkan.
“Baiklah, kalau kalian ingin sekali ramuan penyembuhan, ikuti dulu pertandingan yang kubuat.”
Vera bersiap-siap menerima tantangan yang dibuat Roh Ratu Bagus Kuning. Angin bertiup kencang, menerbangkan plastik dan kertas di lapangan. Monyet-monyet di sekitar Vera berteriak bak orang kegirangan, mendengar ucapan Roh Ratu Bagus Kuning.
“Pertandingan pertama, salah satu dari kalian bermain bola denganku,” jelas Roh Ratu Bagus Kuning. “Dan pertandingan kedua, salah satu dari kalian lomba lari melawan prajurit monyetku. Jika kalian menang, ramuan penyembuhan akan menjadi milik kalian. Kalau kalian kalah, ramuan itu tidak akan menyentuh tangan kalian.”
Vera menelan ludah dan ngeri mendengar ucapan itu.
“Siapa yang akan melawanku bermain bola?” tanyanya tersenyum menantang.