“VERA, BOLEH AKU PINJAM PONSEL kau sebentar?” pinta Daffa saat mereka di luar stadion.
Vera pun memberikan ponsel padanya. Angin berembus kencang. Langit mulai menggelap, matahari perlahan-lahan mulai terbenam. Vera melihat Daffa menaburkan ponselnya dengan serbuk peri. Daffa mulai mengotak-atik ponsel Vera secara cepat dan tangkas.
“Mereka berada di ruko PTC,” ucap Daffa menatap mereka.
“Ayo, kita ke sana sekarang!” kata Vera bergegas.
Daffa mengangguk setuju. Dia mengeluarkan bola kaca di saku celananya.
“Portal ke mal PTC!” seru Daffa melemparkan bola kaca ke depan.
Cahaya portalnya menyilaukan mata Vera Tubuhnya bagai ditarik masuk ke portal. Lalu, Daffa dan Tina berjalan duluan, mereka menyusul di belakangnya. Baru saja Vera berkedip, mereka sudah sampai di tenda acara sirkus. Vera sedikit kaget, sebab di depan mereka terdapat kandang singa. Para singa kelihatan seperti ingin menerkam mereka. Merpati ketakutan sekali dan menjauhi kandang tersebut. Vera merasakan kakinya yang memakai sepatu menginjak rumput hijau. Dia melihat suasana di luar tenda ramai, sebab acara sirkus sebentar lagi dimulai. Untung saja mereka muncul di dalam tenda yang tidak ada orang. Daffa menuntun mereka keluar dari tenda. Suara obrolan orang-orang menampar telinga. Vera menyaksikan tempat membeli tiket, banyak orang-orang berbaris.
“Di mana mereka bersembunyi?” tanya Tina pada Daffa yang sedang memandang ponsel Vera.
“Ikuti aku terus dan keluarkan senjata kalian ketika tiba di tempat mereka bersembunyi,” ungkap Daffa terus berjalan ke depan.
Mereka sepertinya harus bersabar, ketika ingin menyeberang, mobil-mobil selalu lewat tanpa henti. Vera berdecak kesal dengan keadaan ini. Saat ada sela kosong mereka berlima berlari mirip orang yang dikejar hantu. Telinga Vera seakan meledak mendengar klakson mobil.
“Woi, kami nak nyeberang buyan!” bentak Tina, dengan logat bahasa Palembang ke arah mobil itu.
“Sudah, Tina. Kita harus fokus dengan tujuan kita,” tegur Ria.
Vera Merpati, Ria, dan Tina terus mengikuti Daffa. Akhirnya, mereka berhenti di sebuah ruko. Folding Gate di hadapan mereka berwarna cokelat yang tertutup sangat rapat. Di kiri terdapat ruko yang folding gate-nya berwarna hijau. Vera menelan ludah dan perutnya terasa diinjak. Daffa mencoba membuka folding gate yang ternyata tidak terkunci. Sepertinya para iblis sudah siap juga dengan kedatangan mereka. Lampu di dalam ruko tidak dihidupkan. Daffa pun menghidupkan senter via ponsel Vera dan masuk duluan mencari sakelar lampu. Cahaya putih menerangi pandangan ketika sakelar lampu ditekan. Vera melihat lantai ruko dipenuhi debu, membuat hidungnya gatal. Suhu di dalam ruko juga panas, membuat kegerahan.
“Mungkin mereka di lantai dua,” kata Daffa berjalan mendekati tangga.
“Tunggu!” Tina berseru, membuat mereka terdiam bagaikan patung.
“Lihat, dinding itu bergetar,” tunjuk Tina ke depan.
Dinding berwarna putih di hadapan Tina bergetar dan ingin roboh. Retakan pun muncul, membuat mata Vera melotot.
“Tina, jauhi dinding itu!” Ria lari berteriak ke arah Tina.
Mereka jatuh ke samping setelah dinding itu roboh dihancurkan si gajah. Asap mengepul dan terbang di sekeliling. Vera terbatuk-batuk. Telinganya mendengar suara tawa Ninra. Vera menghilangkan asap dengan kekuatan tiupan angin. Setelah asap menghilang, jantung Vera berdebar-debar dan perasaan kasihan muncul di dalam hati, melihat Regis disekap di kursi. Tali tambang mengikat tangan dan kaki Regis dengan kencang. Wajahnya juga babak belur seperti habis dikeroyok massa. Regis menatap Vera seakan ketakutan kalau dia ada di sini. Dishel, Dasan, Syadi, Ninra, dan si gajah juga ada di hadapan. Tatapan mereka benar-benar ingin membunuh. Ketika Vera mengamati luka bakar di wajah Dishel, perasaan jijik dan ingin muntah bertamu di dalam tubuh.
“Mana ramuan penyembuhan itu?” suara Dishel seolah-olah menggelegar.
Daffa dengan berani mengeluarkan botol ramuan itu di hadapan mereka.
“Kalau kau mau ini, lepaskan dulu dia dan kembalikan normal Gajah!” seloroh Daffa.
Ninra menyeringai dan mendengus seperti banteng.