Betapa gembira hati Sulaiman bin ‘Abdul Malik hari itu. Sebagai seorang penguasa berusia muda yang belum lama naik takhta, hari itu dia memberikan kesempatan kepada khalayak ramai untuk menghadap kepadanya, di sebuah istana megah di Damaskus, Suriah.
Sulaiman bin ‘Abdul Malik, siapakah penguasa yang satu ini?
Penguasa yang gemar mengenakan jubah hijau dan serban itu adalah penguasa ke-7 Dinasti Umawiyyah yang berkuasa antara 96‒99 H/715‒717 M. Kala dia naik ke pentas kekuasaan tertinggi negara (pada Sabtu, 13 Jumâdil Âkhirah 96 H/23 Februari 715 M, menggantikan saudara sekandungnya, Al-Walid bin ‘Abdul Malik), Dinasti Umawiyyah sedang berada dalam puncak kejayaan. Wilayah yang berada di bawah kekuasaan dinasti ini, terentang luas antara India di timur dan Andalusia di barat.
Selama menjadi orang nomor satu, putra pasangan suami-istri ‘Abdul Malik bin Marwan dan Walidah binti Al-‘Abbas ini lebih banyak mencurahkan waktunya untuk menghadapi gempuran pasukan Byzantium dan “memburu” orang-orang yang berusaha menggeser kedudukannya sebagai putra mahkota, dengan mengajukan nama ‘Abdul ‘Aziz, putra Al-Walid bin Marwan. Termasuk orang-orang yang dia buru adalah Muhammad bin Al-Qasim, Penakluk Sind, yang dipecat dari jabatannya dan kemudian dibelenggu hingga berpulang di Wasith.
Sementara Al-Hajjaj bin Yusuf Al-Tsaqafi, seorang jenderal, selamat dari nasib malang, hanya karena dia berpulang setahun sebelum Sulaiman naik takhta. Nasib malang akibat dendam sang penguasa ini, karena usaha untuk menggesernya tersebut, juga menimpa Qutaibah bin Muslim, Penakluk Turkistan, dan Musa bin Nushair, Penakluk Andalusia.