Iwan adalah anak pertama dari empat bersaudara, tinggal di sebuah desa kecil yang jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia bekerja sebagai pekerja serabutan, menggantungkan hidup pada pekerjaan yang datang tanpa kepastian. Iwan pernah bekerja di sebuah toko bangunan dan rumah makan, namun kini lebih sering membantu siapa saja yang memerlukan jasanya. Pendidikannya sama seperti Hasan, temannya sejak kecil, yang hanya tamatan SD. Kehidupan Iwan penuh dengan tantangan dan perjuangan, namun ia selalu menyimpan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Saat Iwan masih kecil, keluarganya mengalami guncangan hebat. Ayah dan ibunya bercerai, meninggalkan luka mendalam di hati Iwan. Setelah bercerai, ibunya pergi merantau ke ibu kota, meninggalkan Iwan yang saat itu masih sangat muda. Iwan kemudian diasuh oleh neneknya, seorang wanita tua yang penuh kasih sayang dan keteguhan. Nenek Iwan selalu berusaha memberikan yang terbaik meski dengan keterbatasan yang ada.
Ibunya menikah lagi di ibu kota dan dari pernikahan itu, Iwan memiliki tiga adik laki-laki. Meskipun hidup terpisah, Iwan selalu menyimpan rasa tanggung jawab sebagai anak sulung. Ia ingin sekali menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya, meski mereka jarang bertemu.
Pagi itu, Iwan terbangun dengan semangat baru. Ia telah mendengar kabar dari tetangga bahwa toko bangunan di desa terdekat sedang mencari pekerja tambahan. Iwan segera bersiap-siap, mengenakan pakaian terbaik yang ia miliki, meski sudah terlihat lusuh. Dengan tekad yang kuat, ia berangkat ke desa itu dengan berjalan kaki.
Perjalanan ke desa sebelah memakan waktu sekitar setengah jam. Setibanya di toko bangunan, Iwan mengajukan diri sebagai pekerja. Pemilik toko, Kang Dedi, mengingat Iwan sebagai pekerja yang rajin dan jujur dari waktu ia bekerja sebelumnya. Tanpa banyak tanya, Kang Dedi menerima Iwan kembali bekerja di toko bangunannya.
Hari-hari berlalu dengan cepat. Iwan bekerja keras, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk neneknya yang sudah mulai sakit-sakitan. Setiap hari ia berangkat pagi-pagi sekali dan pulang ketika matahari sudah tenggelam. Meski lelah, Iwan selalu berusaha untuk tetap tersenyum dan bersikap ramah pada setiap orang yang ia temui. Baginya, sikap baik adalah satu-satunya hal yang bisa ia berikan tanpa harus mengeluarkan biaya.
Di toko bangunan, Iwan berteman dengan Silvi, seorang gadis yang bekerja sebagai kasir. Silvi adalah sosok yang ceria dan selalu berusaha untuk menyemangati Iwan. Mereka sering berbicara tentang impian masing-masing. Iwan bercita-cita untuk memiliki usaha sendiri suatu hari nanti, sementara Silvi ingin melanjutkan pendidikan yang terhenti karena masalah ekonomi keluarganya.
Pada suatu hari yang cerah, ketika toko sedang tidak terlalu ramai, Iwan dan Silvi duduk di sudut toko, berbicara tentang masa depan. Silvi dengan semangat bercerita tentang mimpinya untuk kuliah di bidang akuntansi. Iwan, yang memang selalu percaya diri, kali ini membuka hatinya. Ia bercerita tentang keluarganya, tentang ibunya yang merantau dan adik-adiknya yang tinggal jauh darinya.
"Vi, aku ingin adik-adikku bisa bersekolah lebih tinggi daripada aku. Aku ingin mereka punya kesempatan yang lebih baik," kata Iwan dengan mata berkaca-kaca.