Matahari mulai terbenam, menandakan senja sudah datang. Irfan, Iwan, dan Hasan berdiri di depan cermin besar di kamar Irfan. Mereka saling memeriksa penampilan satu sama lain sebelum berangkat ke rumah Wawah, gadis yang selama ini mereka kagumi.
"Aing sudah siap. Bagaimana dengan kalian?" tanya Iwan sambil memutar tubuhnya, memastikan semua sudut bajunya rapi. Iwan memang selalu tampil percaya diri dan flamboyan.
Hasan, yang dikenal lebih tenang, mengangguk. "Aku juga. Yuk, kita berangkat. Sudah hampir jam tujuh."
Irfan, yang berdiri di sudut ruangan, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dia merasa gugup. Bertemu Wawah adalah momen yang sudah dia tunggu-tunggu, tetapi keberaniannya seolah menguap begitu saja.
"Tenang saja, Fan," Iwan menepuk bahu Irfan. "Kali ini cewek yang akan kita datangi cantik banget. Gak bakal gagal kok."
Mereka bertiga keluar dari rumah, seperti biasa bonceng tiga menggunakan motor Irfan, dan menuju ke rumah Wawah. Sepanjang perjalanan, hati Irfan berdebar-debar. Ia membayangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi malam ini, namun tetap saja, kekhawatirannya tidak kunjung hilang.
Tiba di depan rumah Wawah, mereka melihat rumah panggung yang cukup besar dengan taman yang terawat rapi. Suara-suara jangkrik terdengar nyaring, memberikan suasana yang hening namun nyaman. Iwan menjadi orang pertama yang melangkah maju dan mengetuk pintu. Tidak lama kemudian, seorang wanita muda yang manis dengan senyum lebar membuka pintu.
"Wawah?" Iwan tersenyum lebar.
"Iya, saya Wawah," jawab gadis itu. Senyumnya tetap ada, tapi sorot matanya terlihat penuh rasa ingin tahu. "Silakan. Mau diluar apa di dalam?"
"Di luar aja," jawab Hasan sembari melemparkan senyum.
Mereka bertiga dipersilakan duduk di depan teras dengan alas tikar pandan dan menawarkan minuman. Setelah beberapa saat, Wawah duduk di depan mereka, menatap ketiganya dengan senyum yang sama.
"Jadi, siapa yang mau mulai kenalan ?" tanya Wawah dengan nada ramah.
Iwan, yang selalu percaya diri, langsung mengambil alih. Ia memperkenalkan diri dengan mengganti nama asli menggunakan samaran "Aku Dendi, Wawah. Si hitam manis di antara kami bertiga, ha ha ha."
Wawah tersenyum kecil, tetapi tidak menunjukkan minat lebih. "Oh, begitu. Senang bertemu denganmu, Dendi."