Para Pencari Cinta

Topan We
Chapter #10

Bertemu Dengan Nenk Chaiyangcelaloe

Irfan duduk di tepi tempat tidurnya, menatap ponselnya dengan tatapan campur aduk antara rasa gugup dan antusiasme. Pesan terakhir dari Zahra, atau yang ia kenal sebagai Nenk Chaiyangcelaloe di Facebook, berbunyi: “Datang ya, aku tunggu di rumah setelah Maghrib.” Irfan menelan ludah, merasa jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ini adalah kesempatan pertamanya untuk bertemu dengan gadis yang selama beberapa hari terakhir ini memenuhi pikirannya. Namun, ada satu hal yang mengganggunya. Ia memutuskan untuk tidak memberitahu Iwan dan Hasan tentang pertemuan ini. Kedua sahabatnya itu pasti akan menertawakannya habis-habisan jika mereka tahu.


Dengan hati-hati, Irfan memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya keluar dari rumah. Ia mengenakan jaket untuk menutupi keringat dinginnya dan berjalan cepat menuju kampung sebelah. Rumah panggung yang dimaksud Zahra tidak terlalu jauh, tetapi cukup tersembunyi di antara pepohonan rimbun.


Ketika Irfan tiba di depan rumah panggung itu, ia menarik napas dalam-dalam. Bangunan kayu dengan tangga kecil di depannya tampak sepi. “Semoga ini tidak terlalu buruk,” gumamnya pada diri sendiri. Ia mengetuk pintu dengan ringan. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka dan seorang gadis muncul di ambang pintu. Irfan menelan ludah lagi, kali ini lebih keras. Gadis di depannya, meskipun memiliki senyum lebar, tampak sangat berbeda dari foto profil Facebook yang ia kenal. Kulitnya agak gelap dan wajahnya tidak sehalus seperti yang terlihat di foto.


“Zahra?” tanya Irfan dengan ragu.


“Iya, Irrfan kan? Masuk yuk,” jawab Zahra dengan ramah. Irfan mengangguk pelan dan mengikuti Zahra ke teras rumahnya.


Di teras yang sederhana itu, mereka duduk bersebelahan. Irfan berusaha keras untuk tidak menunjukkan kekecewaannya. Ia merasa harus tetap sopan, meskipun hatinya bergemuruh dengan rasa ingin pulang. Zahra mulai bercerita tentang dirinya, tentang keluarganya, dan tentang hobinya. Irfan mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun pikirannya melayang ke tempat lain. Ia tidak ingin mengecewakan Zahra, tetapi setiap detik yang berlalu membuatnya semakin tidak nyaman.


Setelah beberapa saat, seorang wanita paruh baya muncul dari dalam rumah membawa sepiring pisang goreng dan segelas kopi. “Ini untuk si Aa, silahkan dicicipi” katanya sambil tersenyum pada Irfan. Irfan berterima kasih dengan canggung dan mengambil satu pisang goreng. Meskipun ia tidak terlalu lapar, ia merasa tidak enak menolak pemberian tersebut.

Lihat selengkapnya