Pagi itu, suasana di desa tempat tinggal Hasan begitu tenang. Suara ayam berkokok dan deru motor yang sesekali melintas menemani kesunyian pagi. Matahari baru saja menampakkan sinarnya, menerobos celah-celah dedaunan dan menciptakan bayangan di jalan setapak. Di sebuah rumah sederhana di sudut desa, Hasan sedang mempersiapkan diri untuk hari yang panjang. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu.
"Assalamualaikum, Cong!" panggil seseorang dari luar.
"Waalaikum salam," jawab suara wanita tua dari arah pintu belakang, ibu Hasan.
"Si Kacong kemana Mak?" Tanya lelaki anak satu itu sambil duduk di teras rumah Hasan.
"Ada tuh baru bangun. Mau kemana Wan? Ke pabrik?" tanya ibu Hasan sambil menyalami tangan Wawan.
"Iya Mak. Mau ngajak si Kacong ke pabrik. Kalau si Kacong nya gak sibuk si," kata Wawan sembari menyalakan sebatang rokok.
"Sibuk dari mana Wan. Kerja juga enggak. Iya ajak aja Wan, lumayan buat ngerokok si Kacong. Emak juga udah nyuruh terus buat kerja," kata ibu Hasan sambil meraih sapu lidi yang ditaruh dipojok pintu belakang.
Hasan membuka pintu dan mendapati Mang Wawan, tetangganya, berdiri di sana dengan senyum lebar di wajahnya.
"Cong sibuk gak. Bisa bantuin saya gak hari ini? Saya butuh seseorang untuk bantu ngirim kayu ke pabrik. Si Wahyu gak ada lagi sibuk" ujar Mang Wawan.
Hasan mengangguk tanpa ragu. "Gak kok gak sibuk Mang. Hayu siap saya ikut."
"Iya Cong. Lumayan lah buat beli rokok," tambah Mang Wawan.
"Siap Mang, urusan itu mah tenang aja." Kata Hasan.
Hasan duduk di sebelah Mang Wawan di dalam kabin truk yang berguncang, mengikuti jalan berkelok menuju pabrik kayu di pinggiran kota. Angin pagi menerobos jendela yang setengah terbuka, membawa aroma segar hutan yang mereka lalui. Hasan mengamati tumpukan kayu di belakang truk, memastikan semuanya tetap aman selama perjalanan. Ia menghela napas panjang, berusaha menghilangkan kegelisahan yang menghantui pikirannya.
"Si Inah kemana gak pernah liat Cong?" Tanya Mang Wawan, mencoba memecah kesunyian.
Inah kakak perempuan pertama Hasan.
Hasan mengangguk, tetapi pikirannya tetap melayang ke rumah. "Ada Mang. Suaminya juga ada aja di rumah."