Di persimpangan jalan di sebuah desa yang masih asri, kedua orang tua Irfan turun dari sebuah mobil angkutan umum. Mereka terlihat sedikit lelah setelah perjalanan panjang dari kota Jakarta. Bapak Irfan, seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, membawa tas besar berisi oleh-oleh. Di sampingnya, ibu Irfan yang anggun dan selalu tersenyum, membawa beberapa kantong belanjaan.
Seketika mereka turun, Irma, kakak Irfan, berlari kecil menyambut mereka. Di belakangnya, kedua anaknya yang masih kecil, ikut berlari dengan riang gembira.
“Abah! Nini!” teriak dua keponakan Irfan serempak, memeluk kaki kakek dan nenek mereka dengan penuh kebahagiaan.
“Gimana kabar Mak?” kata Irma sambil memeluk hangat ibunya. “gimana perjalanan kalian?”
“Alhamdulilah sehat," Ibu Irfan segera menggendong salah satu cucunya dengan penuh kerinduan.
Mereka berjalan bersama menuju rumah, bercengkerama dan berbagi cerita sepanjang jalan.
Pak Syarif melihat sekeliling rumah dengan mata penuh kerinduan. Sudah lama ia tidak pulang, dan banyak perubahan yang terlihat di sekitarnya. Dinding yang dahulu berwarna putih kini telah dicat ulang menjadi krem, halaman yang dulu hanya tanah kosong kini dihiasi dengan berbagai macam tanaman hias. Irma dan menantunya yang merapikan semuanya.
Sementara itu, Bu Siti dan Irma mulai merapikan barang-barang dan oleh-oleh yang mereka bawa dari Jakarta. Irma, dengan bantuan anak-anaknya, segera membantu memindahkan tas-tas besar ke dalam rumah. "Ini oleh-oleh dari Jakarta. Ada banyak makanan kesukaan kalian," kata Bu Siti sambil membuka satu per satu tas belanjaan. Irma tersenyum senang melihat berbagai macam makanan dan barang yang dibawa oleh ibunya. "Banyak amat. Nanti kita makan bareng Mak," kata Irma dengan mata berbinar.
Dua keponakan Irfan, berlarian mendekati kakeknya. "Bah, Abah bawa mainan apa?" tanya mereka dengan antusias. Pak Syarif tersenyum dan mengambil dua kardus besar dari dalam. "Ini mainan untuk kalian, Abah beli yang bagus mainannya," katanya sambil menyerahkan kardus itu kepada kedua cucunya. Keponakan Irfan melompat kegirangan, membuka kardus tersebut dengan cepat. Mainan baru itu langsung menjadi pusat perhatian mereka, dan mereka bermain dengan penuh keceriaan di ruang tamu.
Pak Syarif berjalan mengelilingi halaman rumah, mengenang masa lalu. Ia berhenti di bawah pohon mangga besar yang tumbuh di sudut halaman. Pohon itu telah ada sejak Irfan masih kecil, dan kini mohon itu semakin membesar dan rindang. Ia merasakan angin sepoi-sepoi yang mengalir di antara dedaunan, membawa ketenangan dan nostalgia yang mendalam.
Di dalam rumah, Bu Siti dan Irma sibuk mengatur barang-barang dan oleh-oleh di meja makan. Ada berbagai macam makanan seperti martabak telor, dodol betawi, dan buah-buahan. "Nanti malam kita makan bareng. Ini sisakan buat si Irfan neng," kata Ibu Irfan dengan semangat. Irma mengangguk setuju. Ia merasa bahagia bisa melihat kedua orangtuanya pulang dengan keadaan sehat bugar.
Setelah mengelilingi halaman rumah, bapak Irfan duduk di kursi ruang tamu, memandang Irma dengan penuh kasih. "Bagaimana kabar Irfan? Kemana dia. Kok jam segini belum dateng?."