Hasan baru saja menyelesaikan tugasnya di pabrik kayu. Matahari sore sudah hampir terbenam, membiaskan cahaya emas di langit yang perlahan memudar menjadi merah jambu. Keringat menetes di dahinya, namun wajahnya tersenyum lebar. Upah dari Mang Wawan, bosnya di pabrik, masih terasa hangat di tangannya. Uang itu bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga merupakan bentuk penghargaan atas kerja kerasnya.
Ia melewati jalan setapak yang sempit, melewati deretan rumah sederhana yang menjadi bagian dari kampungnya. Langkahnya terasa ringan meski tubuhnya letih. Rasa puas atas pekerjaan yang baik dan imbalan yang sesuai memberikan energi tambahan. Hasan merasa yakin hari ini akan menjadi hari yang baik, bahkan lebih baik lagi jika ia bisa menggunakan sebagian dari uangnya untuk membeli sesuatu untuk dirinya sendiri, seperti sebuah apel merah segar yang sering ia lihat di warung dekat rumah.
Namun, rasa bahagianya mulai memudar saat ia memasuki rumahnya. Dari luar, rumah kecil yang terbuat dari anyaman bambu dan kayu itu tampak tenang, namun ketika ia membuka pintu dapur, suasananya langsung berubah. Meja makan di dapur kosong melompong. Tidak ada piring, tidak ada mangkuk, bahkan tidak ada tanda-tanda sisa makanan. Dapur itu hanya berisi beberapa peralatan masak dan lemari kayu yang sudah agak usang. Kegelapan mulai menyelimuti ruangan saat matahari semakin rendah.
Sebelum Hasan sempat menyadari lebih jauh, ibu muncul dari luar, membawa tumpukan kayu bakar yang dikumpulkannya di kebun belakang. Nampaknya ibu telah selesai dengan tugasnya dan sekarang terlihat lelah, namun matanya masih menyala dengan semangat saat ia menyapa Hasan. Dengan senyum yang mungkin terlalu lelah, ibu mengamati Hasan dengan cermat.
"Udah pulang maneh Cong?" tanya ibu sambil meletakkan kayu bakar ke samping pintu dapur. "Syukurlah maneh pulang dengan selamat. Emak mau ngomong sama sebentar."
Hasan mengangguk, menatap ibunya dengan rasa ingin tahu. "Ada apa, Mak?"
Ibu berjalan mendekati meja makan dan duduk di kursi yang sudah mulai goyang. "Sebenarnya, Emak udah berusaha menghemat sebisa mungkin, tapi kita benar-benar membutuhkan beras dan lauk pauk. Uang yang kemaren hasil bapak kerja udah habis lagi. Bisa enggak emak pinjam dulu duit hasil kamu tadi untuk membeli beras?"