Malam Minggu adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh banyak pemuda di kampung kecil mereka. Bagi Iwan, Hasan, dan Irfan, malam itu menjadi lebih spesial karena mereka merencanakan untuk mengunjungi rumah cewek yang baru saja mereka dengar kabarnya. Sani, nama cewek itu, dikabarkan sebagai gadis cantik dari kampung tetangga. Kabar ini cepat menyebar di kalangan mereka, dan hanya dalam waktu singkat, ketiganya sudah merencanakan untuk mengunjungi rumah Sani malam ini.
Iwan, sebagai otak dari rencana ini, tampak sangat bersemangat. Dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan rapi. Berita tentang Sani memang memikat perhatian semua orang, dan Iwan yakin bahwa malam ini akan menjadi malam yang tidak terlupakan.
"Jadi, kita mau berangkat jam berapa?" tanya Irfan sambil duduk santai di bangku teras rumah Iwan.
"Seperti biasa aja, habis magrib. Sani biasanya baru selesai ngaji abis magrib. Nah kita harus lebih awal supaya bisa duluan dari pada pemuda lain yang datang. Ya mudah-mudahan sih tidak ada yang main ke rumah si Sani selain kita," jawab Iwan dengan antusias.
Hasan, yang duduk di samping Irfan, mengangguk setuju. "Oke. kalau begitu ayo beli makanan ringan dan kopi dulu. Kalau beli disana nantinya ribet."
Ketiganya berbincang-bincang tentang persiapan malam itu, membahas bagaimana cara memperkenalkan diri dan memikat hati Sani. Namun, ketenangan mereka tiba-tiba terganggu oleh kedatangan seorang pemuda yang datang dari arah jalan desa. Hegar, teman mereka yang tiba-tiba muncul dan menemui mereka, muncul dengan senyum lebar dan aura percaya diri.
"Hey! Lagi pada ngapain kalian? Pada rapih amat mau kemana?" tanya Hegar dengan nada ceria.
Iwan, Hasan, dan Irfan saling bertukar pandang sebelum Iwan mengangkat suaranya. "Oh, Hegar, kesini lah. Kayanya kita malam ini mau ke rumah cewek cantik di kampung sebelah, si Sani."
"Sani? Waduh baru denger tuh!" kata Hegar sambil melirik jam tangannya. "Waduh kebetulan ya aku disini. Boleh ikut gak Cong?"
Ketiganya terdiam sesaat, wajah mereka menampilkan ketidaknyamanan yang jelas. Iwan, Irfan, dan Hasan merasa bahwa kehadiran Hegar bisa merusak rencana mereka. Hegar dikenal sebagai anak orang kaya di kampung mereka, dengan penampilan menarik dan pesona yang tidak bisa dipungkiri. Memang, Hegar tidak hanya kaya tetapi juga tampan, dan sering kali dia menjadi pusat perhatian. Kegalauan mereka semakin menjadi-jadi ketika memikirkan bahwa Sani mungkin lebih tertarik kepada Hegar dibandingkan mereka.
Iwan akhirnya mengeluarkan kata-kata yang penuh kehati-hatian, dan ia terpaksa mengajak Hegar. "Oh ayo lah ikut. Kebetulan kurang motor nih satu. Aing sama Ipong. Nanti maneh bawa si Kacong."
Hegar tampak senang mendengar jawaban itu. "Ok siap! Aing tadi cari anak-anak tapi gak keliatan. Eh pas ketemu kalian disini. Dari pada bete, mending aing ikut kalian."
Hasan dan Irfan saling berbisik dengan nada berbisik, "Wah gawat nih. Kalau dia ikut, bisa jadi Sani malah tidak tertarik sama kita."