Sejak sore tadi, udara di luar terasa semakin dingin, membungkus setiap sudut rumah dengan kesunyian yang menekan. Iwan sudah berangkat ke Jakarta untuk urusan pekerjaan, dan Hasan, yang juga sering datang ke rumah, sedang sibuk mengirim kayu ke pabrik. Sementara itu, Irfan hanya duduk di ruang tamu, menatap TV yang terhenti menampilkan tayangan yang sudah tidak menarik baginya. Tak ada yang menarik untuk dilakukan.
Ia merasa terperangkap dalam kebosanan yang semakin menggerogoti dirinya. Sebenarnya, ia bisa saja keluar, mungkin bergabung ke tongkrongan lain, atau sekadar duduk di pos ronda dekat rumah. Tapi, entah kenapa, ia merasa tidak ada tujuan yang jelas. Teman-temannya yang biasa menemaninya sudah pergi entah ke mana. Malam itu, kesepian benar-benar menguasai dirinya.
Irfan berdiri dan merentangkan tangan sejenak, mencoba mengusir rasa suntuk yang kian menggerogoti. Ia berjalan menuju dapur dan membuka kulkas, berharap ada sesuatu yang bisa mengusir rasa bosannya. Hanya beberapa botol air mineral yang tersisa. Irfan merenung, kemudian memutuskan untuk keluar. Ia merasa perlu menghirup udara segar, meski hanya sebentar. Ia menarik jaketnya dan melangkah keluar, menutup pintu dengan perlahan.
Namun, tak jauh dari pintu rumah, Irfan berhenti. Tanpa sadar, ia memandangi halaman rumah yang sepi. Entah kenapa, rasa malas untuk keluar tiba-tiba datang. “Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya dalam hati. Dalam keheningan malam, hanya suara angin yang terdengar.
Setelah beberapa menit berdiri di depan rumah, ia kembali masuk. Namun, sesaat sebelum ia menutup pintu, matanya menangkap sesuatu yang aneh. Sebuah motor terparkir di halaman rumahnya, tepat di samping pohon besar yang biasa tumbuh di sudut taman.
“Siapa yang parkir motor di sini?” pikirnya dalam hati, bingung. Ia tidak ingat ada tamu yang datang malam ini.
Dengan langkah hati-hati, Irfan melangkah menuju motor itu. Ternyata motor itu tampak familiar—sepertinya milik teman kakaknya. Ia mulai berpikir, mungkin ada yang datang ke rumah ini tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Irfan melangkah ke dalam rumah. Seperti biasa, rumah itu terasa hening. Saat ia masuk, ia mendengar suara percakapan dari ruang tamu. Ia berjalan pelan menuju sumber suara, dan di sana ia melihat seorang wanita yang sedang duduk di sofa. Wanita itu adalah Teh Euis, teman kakaknya.