Para Pencari Cinta

Topan We
Chapter #32

Selalu Terjebak Hutang

Pagi itu, cuaca mendung. Tak seperti biasanya, di rumah, keluarga Hasan terasa lebih sepi dan tegang. Hasan duduk di ruang tamu, matanya kosong menatap atap-atap rumahnya yang sebentar lagi luluh lantah. Telinganya mendengar suara dari dapur—ibunya dan ayahnya sedang berbicara dengan nada yang agak keras. Walaupun pintu dapur tertutup, Hasan bisa menangkap kata-kata yang mereka ucapkan.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita udah coba berbagai cara, tapi hutang itu semakin menumpuk,” suara Bapak Hasan terdengar penuh kekhawatiran.

“Bagaimana kalau kita jual tanah yang dipakai kebun oleh Hasan itu Pak? Hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang. Saya juga bingung harus bagaimana,” suara ibu, yang biasanya lembut, terdengar tegang.

Hasan tak bisa menahan rasa gelisah nya. Ia tahu, masalah hutang kakaknya, Siti, telah menjadi beban berat bagi orang tuanya. Siti, yang sudah berkeluarga, memiliki sejumlah masalah keuangan yang tak kunjung selesai. Alih-alih mencari solusi, ia justru semakin terjerumus dalam lingkaran hutang yang semakin dalam.

Siti adalah sosok yang selalu merepotkan orang tuanya. Walau sebenarnya sang suami sedang bekerja, namun, belakangan ini, ia terus di datangi oleh para penagih hutang. Hasan yang melihat kelakuan kakaknya itu sangat geram. Tidak cukup sekali orang tua Hasan dan keluarga lainnya untuk menasihati Siti, agar ia tidak lagi meminjam uang kepada beberapa pihak. Tapi dengan alasan yang lumrah, Siti tetap saja tidak pernah mendengarkan nasihat-nasihat itu. Malah justru bebannya semakin bertambah berat.

“Hasan, kamu tahu kan, Siti kaya gimana?” kata ayahnya dengan nada rendah. “Tapi walaupun dia udah banyak nyusahin bapak, bapak akan tetap bantu bagaimana pun caranya,” kata bapak Hasan yang kini sudah terlihat layu karena umur yang semakin tua.

Hasan merasa perasaan bingung dan marah berbaur dalam dadanya. Ia tahu apa yang dimaksud bapaknya. Sejak Siti mengalami masalah keuangan, ia sudah sering kali menyarankan kakaknya untuk mencari cara keluar dari masalah, namun Siti selalu menanggapi dengan sikap menutup diri. Bahkan ketika orang tua mereka berusaha membantu, Siti malah seakan santai, seperti orang yang tidak punya beban. Hasan bisa melihat bagaimana cara Siti menyelesaikan masalah nya, seperti yang sudah-sudah.

Hari itu, Siti datang ke rumah dengan wajah yang sedikit memelas dan tampak lelah. Mungkin ia merasa tak bisa lagi menahan beban yang ada di pundaknya. Ibu dan ayahnya langsung mendekati Siti, bertanya apakah ia sudah menemukan jalan keluar dari masalah hutang yang menimpa rumah tangganya. Namun, Siti justru terlihat tertekan. Ia mulai berbicara dengan suara terbata-bata, menyebutkan jumlah hutang yang semakin menumpuk, dan bagaimana usaha yang sedang dijalankannya suaminya jauh untuk menutupi semua biaya.

“Kenapa kamu enggak bisa lebih bijaksana, Ti?” Hasan akhirnya tak bisa menahan diri dan bersuara. Ia sudah cukup muak mendengar keluhan kakaknya. “Kenapa kamu enggak pernah mikir. Kamu enggak kasian minta lagi minta lagi sama orang tua?”

Lihat selengkapnya