Para Pencari Cinta

Topan We
Chapter #33

Sebuah Informasi

Iwan yang sudah cukup lama bekerja di rumah makan kecil yang terletak di tengah hiruk pikuk Jakarta, mulai akrab dengan lingkungan kerjanya, termasuk para pelanggan yang datang setiap hari. Suasananya ramai, terutama saat jam makan siang, ketika para pekerja kantoran dan mahasiswa datang mencari tempat untuk mengisi perut. Meskipun pekerjaan ini tidak terlalu glamour, Iwan merasa nyaman.

Selama waktu kerjanya, Iwan berkenalan dengan banyak orang. Ada yang hanya datang sesekali, ada juga yang hampir tiap hari mampir. Ia mulai mengenal beberapa nama-nama mereka, khususnya kepada pelanggan setia. Rumah makan itu menjadi semacam tempat berkumpul bagi banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda. Namun, yang paling menarik perhatian Iwan adalah sosok seorang pria yang sering melintas di depan rumah makan itu.

Pria itu, yang dikenal dengan nama Bogel, biasanya datang saat hari sudah mulai gelap. Iwan tahu bahwa Bogel bukanlah seorang pelanggan yang rajin makan di tempatnya. Pria itu lebih sering duduk di pinggir jalan, mengawasi orang-orang yang lewat, atau sekadar mengobrol dengan beberapa orang yang kenal kepadanya. Gayanya yang terlihat akrab dengan orang-orang sekitar seakan-akan menandakan bahwa ia sudah lama menghabiskan waktu di jalanan. Bogel mungkin bukan orang yang biasa. Dari cirinya, ia bisa dilihat saat orang-orang memberi jatah harian kepadanya.

Suatu siang yang panas, Iwan sedang sibuk melayani pelanggan. Seperti biasa, beberapa orang duduk di meja-meja yang tersedia. Namun, matanya tertuju pada seorang pria yang baru saja masuk ke dalam rumah makan. Pria ini tampak berbeda dengan pelanggan lainnya. Ia mengenakan kaos hitam, celana jeans, dan tas punggung yang terlihat seperti milik seorang mahasiswa.

Pria itu kemudian memesan beberapa menu, dengan suara yang tenang. Iwan melayani dengan cepat, mengantarkan makanan dan minuman yang diminta. Ia tidak terlalu banyak bicara, hanya memberi salam dan bertanya apakah ada lagi yang bisa dibantu. Namun, ada sesuatu yang membuat Iwan teringat pada pria ini. Sebelumnya, pria itu sempat mengamati sekeliling rumah makan dengan tatapan yang agak tajam, seolah-olah sedang mencari seseorang.

Setelah beberapa saat, pria itu selesai makan. Ia meletakkan sendok dan garpu di piring, lalu mengangkat wajahnya dan memandang Iwan yang sedang membersihkan meja.

“Bang. Maaf bang.” Pria itu berkata dengan suara yang cukup tenang, meminta agar Iwan menghampirinya.

Iwan mengangguk, dan mulai mendekati pria itu “Ada yang mau di pesan lagi pak?”

Lihat selengkapnya