Para Pencari Cinta

Topan We
Chapter #35

Apakah Harus Menembak Fatimah?

Suasana kamar Irfan tampak berbeda. Meskipun ruangan itu masih berantakan dengan tumpukan buku di berbagai sudut, ada sesuatu yang mencuri perhatian. Di atas meja kayu tua, ponsel Irfan tergeletak begitu saja, namun layar yang menyala menunjukkan sebuah notifikasi yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri. Fatimah, adik kelas yang dulu sempat dekat dengannya, akhirnya membalas pesan yang sudah cukup lama ia tunggu.

Senyum Irfan semakin lebar saat ia membaca balasan itu. Ada banyak kata-kata hangat dan penuh perhatian, yang membuat hatinya sedikit berdebar. Kenangan bersama Fatimah, yang dulunya terasa begitu dekat, kini muncul kembali. Mereka sempat putus kontak, tetapi sepertinya ada secercah harapan untuk mengulang kembali.

Tak lama setelah itu, terdengar suara pintu kamar yang terbuka. Hasan tampak tidak terburu-buru, meskipun dia sudah agak lama berada di luar. Ia hanya membawa satu buku yang sepertinya tengah ia coba baca, meski buku itu lebih banyak dibolak-balik tanpa dibaca sepenuhnya. Wajar, Hasan minim pendidikan.

"Wah kasmaran lagi kayanya ya?" tanya Hasan, langsung menarik perhatian Irfan dari ponselnya.

Irfan hanya tersenyum tipis dan mengangkat bahu. "Gak apa-apa, cuma... ada yang balas pesan."

Hasan menatap Irfan sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengar. Lalu, matanya langsung tertuju pada ponsel Irfan yang kini diletakkan di atas meja.

"Balasan dari siapa? Jangan-jangan si Anu ya?" tanya Hasan sambil melangkah lebih dekat ke meja.

Irfan hanya mengangguk, sedikit tersenyum malu. "Ada lah pokoknya."

Hasan yang sedari tadi tampak sibuk mengutak-atik buku yang terbuka, kini berhenti dan menatap Irfan dengan serius. "Aduh, jangan cuma senyum-senyum dong. Kalau udah lama kenal, kenapa gak langsung aja tembak?"

Irfan menatap sahabatnya dengan ekspresi bingung. "Tembak?"

Hasan mulai terlihat sedikit kesal, seolah tidak sabar dengan jawaban Irfan yang terkesan ragu-ragu. "Iya, tembak! Udah jelas-jelas dia balesnya kaya gitu, berarti dia juga ada rasa. Jangan nunggu lama-lama, banyak basa-basi," Hasan menyarankan sambil menepuk-nepuk buku yang ada di tangannya.

Irfan tertawa pelan, meskipun ada rasa canggung di dadanya. "Gak semudah itu lah Cong. Aku masih butuh waktu buat yakinin dia."

Hasan mengerutkan dahi, tampaknya kesal dengan penjelasan Irfan. "Aduh, kamu tuh terlalu santai, Cong. Nanti keburu di ambil orang lagi kaya si Santi. Kalau enggak cepet, orang lain yang bakal duluan."

Irfan menatap sahabatnya dengan tatapan datar. "Aku cuma pengen semuanya berjalan alami aja. Lagipula, aku sama dia kan udah lama gak ngobrol, enggak mau langsung nyerang gitu aja."

Hasan mendengus kesal. "Kamu tuh emang lama banget deh mikirnya. Lihat aja nanti, enggak bakal dapetin dia kalau cuma gini-gini aja."

Irfan menarik napas panjang, mencoba menghindari pertengkaran yang bisa saja terjadi jika mereka terus berdebat. "Ya juga sih Cong. Kamu bener, tapi aku masih pengen ngelihat situasi lebih dulu. Aku enggak mau salah langkah."

Meski Hasan terlihat tidak setuju, dia akhirnya memutuskan untuk menyerah dan kembali membuka bukunya. Namun, matanya sesekali melirik Irfan yang masih memandangi layar ponselnya, berharap ada balasan lagi dari Fatimah.

Lihat selengkapnya