Para Pencari Cinta

Topan We
Chapter #41

Di Bawah Pohon Kelapa

Malam itu, angin malam berhembus dengan lembut, menyapu jalan setapak yang terletak di pinggiran desa. Di bawah sinar bulan yang samar, Hasan mengajak Irfan untuk mengantarnya menuju rumah Wati. Wajahnya terlihat serius, meskipun di balik sorot matanya ada rasa cemas yang tak terungkapkan.

"Pong, ini bisa jadi hari-hari terakhirku bertemu si ayang," ujar Hasan, memecah keheningan malam yang sunyi. "Aku kan bakal pergi ke tempat yang jauh, enggak mungkin bisa pulang sebulan sekali."

Irfan menatap temannya dengan penuh perhatian. Hasan, yang dikenal sebagai sosok yang selalu ceria, tampak berbeda malam itu. Ada semacam keputusasaan yang disembunyikan di balik kata-katanya. Irfan hanya mengangguk, meskipun dalam hatinya muncul rasa penasaran yang lebih besar daripada sekedar perasaan kepergian Hasan. Apa yang sebenarnya akan dia lakukan? Kenapa Hasan begitu yakin bahwa malam ini akan menjadi penutup bagi Hasan dan Wati?

Mereka berdua akhirnya melaju dengan sepeda motor melewati jalanan desa yang sepi. Irfan mengikuti arahan Hasan, meskipun ada sedikit kebingungannya tentang apa yang sebenarnya akan terjadi. Mereka berhenti di tepi jalan menuju rumah Wati.

Wati datang dengan senyum manisnya, namun Irfan bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda. Suasana seketika menjadi tegang, meskipun hanya sedikit yang bisa dijelaskan oleh ekspresi wajah Wati.


"A, Wati udah siap," kata Wati dengan langkah yang agak buru-buru.

"Ok. Ayo!" jawab Hasan singkat. Kemudian, ia menoleh pada Irfan. "Pong, kamu nunggu di sini ya? Kami akan kesana sebentar." Hasan mengedipkan matanya pada Irfan. Seolah memberi sebuah isyarat.

Irfan mengangguk, meskipun hatinya mulai dipenuhi dengan rasa curiga. Ke mana mereka akan pergi malam-malam seperti ini? Ada sesuatu yang tidak beres, pikirnya. Namun, ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut, karena ia sudah terbiasa dengan sikap Hasan yang suka membuat keputusan secara brutal.

Wati berkata pada orang tuanya, dengan alasan akan ke rumah sahabatnya yang tidak jauh dari situ. Jalan setapak itu memang dikenal tidak ramai, hanya beberapa rumah warga yang terletak di sepanjang jalan. Setelah memberi penjelasan singkat, Wati berpamitan dan mereka bertiga pun melangkah pergi.

Irfan, yang merasa tidak nyaman, memutuskan untuk tetap tinggal dan menunggu di pinggir jalan. Ia berdiri di sana, memperhatikan dengan cemas saat Hasan dan Wati berjalan menjauh. Dalam hatinya, ia mulai merasa bahwa ada yang tidak beres. Suasana begitu sunyi dan hanya terdengar suara desiran angin dan gemerisik dedaunan.

Lihat selengkapnya