Para Pencari Cinta

Topan We
Chapter #55

Kacong Menjadi Duda

Perjalanan rumah tangga memang tidak pernah mulus. Itu adalah kenyataan yang harus dihadapi oleh siapa saja yang telah mengikat janji untuk bersama dalam suka dan duka. Hasan dan Istrinya, yang telah berkomitmen untuk menjalani hidup bersama, kini merasakan betapa kerasnya ujian dalam perjalanan rumah tangga mereka. Setelah hampir 3 tahun bersama, mereka mulai merasakan perbedaan yang semakin mencolok antara harapan dan kenyataan.

Hasan adalah seorang pria yang sederhana, yang hidupnya tidak pernah lepas dari perjuangan. Ia yang kini kembali bekerja sebagai serabutan di kampung, dengan mengandalkan upah harian yang tidak menentu. Selain itu, ia juga bekerja di pabrik kayu, dari pagi hingga malam. Hidupnya penuh dengan kelelahan fisik, dan ia berharap mendapatkan kenyamanan di rumah setelah pulang kerja. Ia ingin menemukan ketenangan, dan lebih dari itu, ia menginginkan perhatian dan pelayanan dari sang istri.

Namun, realitas yang ia hadapi jauh dari harapan. Istrinya yang masih muda, tampaknya belum sepenuhnya memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh suaminya. Nur adalah seorang wanita yang cenderung sibuk dengan dirinya sendiri, tidak terlalu memperhatikan kebutuhan emosional suaminya. Ketika Hasan pulang setelah seharian bekerja keras, Nur biasanya lebih banyak menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri, entah itu merawat anak mereka atau sekadar mengobrol dengan tetangga di sekitar rumah.

Hari demi hari, perasaan Hasan semakin berat. Ia merasa seolah-olah usaha dan lelahnya seakan tidak dihargai oleh sang istri. Ia sering pulang ke rumah dengan harapan bisa mendapatkan sedikit perhatian, namun yang ia temui justru kekosongan. Nur bukanlah wanita yang penuh perhatian seperti yang ia harapkan. Bahkan, ketika Hasan pulang dengan rasa lapar, Nur seringkali tidak memasak makanan untuknya. Meskipun Hasan sudah memberikan uang setiap hari untuk keperluan dapur, itu tidak menjamin rumah tangga mereka bisa berjalan dengan harmonis.

Pada suatu malam, suasana rumah yang biasanya sepi menjadi lebih tegang. Hasan baru saja pulang dari pabrik kayu dengan tubuh yang lelah dan perasaan yang tak kalah penat. Seperti biasa, ia berharap Nur sudah menyiapkan makan malam untuknya. Setelah membuka pintu rumah, ia langsung menuju ke meja makan, namun ia mendapati keadaan yang tidak ia harapkan. Meja makan kosong, tidak ada tanda-tanda makanan yang sudah siap.

Dengan sedikit kesal, Hasan memanggil istrinya yang tengah sibuk dengan anak mereka. "Nur, mana makan malamnya?" tanyanya dengan nada yang sedikit ketus.

Nur, yang sepertinya tidak begitu peduli dengan keadaan suaminya, menjawab dengan santai, "Belum sempat masak, sayang. Tadi kan kamu kasih uang, jadi aku pikir kamu tadi beli makan di luar."

Hasan merasakan hatinya semakin sesak. Ia tahu bahwa tidak ada yang salah dengan uang yang ia berikan, tetapi yang ia harapkan adalah perhatian dan rasa hormat dari istrinya. Ia ingin pulang ke rumah dan menikmati kehangatan keluarga, bukan malah merasa seperti orang asing di rumah sendiri.

Lihat selengkapnya