Para Penentang Muhammad Saw

Mizan Publishing
Chapter #2

Abu Lahab Paman Penentang yang Malang

Dalam sejarah Islam, Abu Lahab bukanlah nama asing. Dia dikenal sebagai penentang Rasulullah Saw. yang paling tersohor. Sampai-sampai, namanya pun diabadikan sebagai salah satu nama surah dalam Al-Quran. Di antara orang-orang yang memusuhi Rasulullah, seperti Abu Jahal, Al-Walid ibn Al- Mughirah, atau Ubay ibn Khalaf, nama Abu Lahab jelas paling mencolok. Maka, tak heran bahwa Abu Lahab dikenal sebagai musuh Islam terbesar sepanjang sejarah. Nasab dan Silsilah

Abu Lahab sejatinya termasuk barisan pertama yang mendengar kenabian Muhammad Saw. Sebab, dia memiliki hubungan kekeluargaan dengan Rasulullah. Abu Lahab adalah kakak seayah dari ayah Rasulullah, ‘Abdullah ibn ‘Abdul Muththalib. Namun, sebagai paman, bukan berarti pintu hidayah terbuka untuknya. Mata hatinya tertutup sehingga dia tidak sanggup melihat cahaya Allah melalui dakwah Rasulullah Saw. Abu Lahab meninggal pada 624 Masehi (M) atau 2 Hijriah (H).

Abu Lahab adalah putra aristokrat Makkah dan pembesar Bani Hasyim, ‘Abdul Muththalib. ‘Abdul Muththalib memiliki sepuluh atau sebelas anak laki-laki dan enam anak perempuan dari enam orang istri. Dari salah satu istrinya, Fathimah binti ‘Amr ibn Aidz ibn Imran dari Bani Makhzum, lahir delapan orang anak, yaitu ‘Abdullah, Zubair, Abu Thalib (alias ‘Abd Manaf), Ummu Hakim (Al-Baidha’), ‘Atikah, Murrah, Umaimah, dan Barrah. ‘Abdullah adalah ayah Rasulullah Saw. yang merupakan kembaran dari Ummu Hakim.

Dari istrinya yang lain, Natilah binti Kulaib ibn Malik ibn Jinab dari Bani Namir, lahir dua orang anak, yaitu ‘Abbas dan Dhirar. ‘Abdul Muththalib juga menikahi Halah binti Uhaib ibn ‘Abd Manaf ibn Zharha dari Bani Zahrah dan memiliki tiga atau empat orang anak. Mereka adalah Hamzah, Muqawwim, Hajal (alias Al-Mughirah),

dan Shafiyyah. Sementara itu, dari istri lainnya, Shafiyyah yang

berasal dari Bani Sha’sha’ah, ‘Abdul Muththalib memiliki dua orang anak, yaitu Harits dan Qutsam.1

Satu lagi istri ‘Abdul Muththalib, Lubna, melahirkan anak semata wayang yang diberi nama ‘Abdul Uzza ibn ‘Abdul Muththalib ibn Hasyim ibn ‘Abd Manaf ibn Qushay. Dia kemudian lebih dikenal

dengan nama Abu Lahab2. Julukan tersebut diberikan oleh ayahnya karena Abu Lahab memiliki wajah yang tampan3 serta berbadan gemuk dan gempal4.

Silsilah tersebut menunjukkan bahwa Abu Lahab memiliki status dan kedudukan yang mulia sebagai Bani Hasyim5. Dari silsilah tersebut terlihat bahwa Abu Lahab memiliki kekerabatan yang dekat dengan Rasulullah Saw., yaitu paman dan keponakan. Kedekatan keduanya sudah terlihat sejak Rasulullah Saw. masih kecil. Dikisahkan bahwa pada saat Muhammad lahir, banyak orang yang sangat gembira menyambut kelahiran beliau. Salah satunya adalah Tsuwaibah Al-Islamiyyah, budak perempuan Abu Lahab.

Mengetahui keponakan tuannya lahir, Tsuwaibah bergegas mencari Abu Lahab untuk menyampaikan kabar gembira tersebut. Reaksi Abu Lahab pun sesuai dengan prediksi Tsuwaibah. Dia sangat senang dengan kehadiran keponakan barunya itu. Saking gembiranya, dia tak hentinya mengucapkan terima kasih kepada budak perempuannya itu. Bahkan, tanpa menunggu lama, Abu Lahab langsung memerdekakan Tsuwaibah saat itu juga6, meski riwayat lain menyebutkan bahwa Tsuwaibah baru dimerdekakan setelah Rasulullah Saw. berhijrah ke Madinah7. Selain itu, Tsuwaibah juga mendapat berkah lainnya, yaitu menjadi ibu susu Rasulullah Saw., meskipun hal tersebut tidak berlangsung lama, yaitu sampai Halimah dari Bani Sa‘ad datang8.

Kegembiraan Abu Lahab menyambut kelahiran keponakannya yang kelak menjadi salah seorang rasul mendapat imbalan setimpal dari Allah Swt. Walaupun terus-menerus memusuhi Rasulullah Saw., Abu Lahab mendapatkan keringanan azab di alam kuburnya.9 Kisah tersebut menunjukkan bahwa secara pribadi, Abu Lahab tidak memiliki masalah dengan Rasulullah Saw. sebagai keponakannya. Namun, dia tidak pernah menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw.

Si Tamak Penyayang Keluarga

Berbeda dengan putra ‘Abdul Muththalib lainnya, Abu Lahab sangat tamak pada harta. Dia sangat ambisius dan takut kehilangan kedudukannya. Jauh sebelum Islam datang, Abu Lahab pernah melakukan perbuatan tercela. Dia mencuri sesuatu yang sangat berharga bagi masyarakat Quraisy, yaitu kiswah atau kain penutup Ka‘bah. Dia tidak memedulikan kesucian dan kedudukan Ka‘bah yang sangat dihormati orang Arab pada saat itu.10

Abu Lahab adalah pemuja kemapanan. Dia juga dikenal sebagai tokoh anti-perubahan. Oleh karena itu, dia akan bereaksi sangat keras begitu mencium hawa perubahan. Begitu pula dengan perubahan yang dibawa oleh keponakannya sendiri, Muhammad Saw. Dia merasa kedudukannya terancam saat Rasulullah Saw. menyebarkan dakwahnya. Rasa takutnya perlahan-lahan berubah menjadi rasa benci. Dengan sikap konservatifnya, Abu Lahab memilih menjadi penentang Rasulullah Saw. sehingga tak segan-segan menyerang Rasulullah Saw. secara membabi buta.11

Namun demikian, Abu Lahab juga dikenal memiliki sifat penyayang kepada keluarganya, termasuk istri dan anak-anaknya. Saking sayangnya kepada istrinya, Abu Lahab bahkan mudah dipengaruhi istrinya yang begitu membenci Rasulullah Saw.12

Sama dengan Abu Lahab, istrinya juga merasa kehadiran Rasulullah Saw. mengancam kedudukan keluarganya.

Awalnya, Abu Lahab berharap kelahiran Muhammad Saw. menjadi pembawa keberuntungan bagi keluarga besarnya. Muhammad Saw. dianggap akan mengangkat martabat dan kehormatan keluarga. Oleh karena itu, Abu Lahab pun menerima kedua putri Rasulullah Saw. sebagai menantu bagi kedua anaknya. Akan tetapi, Abu Lahab berbalik arah setelah mengetahui Rasulullah Saw. mulai mengubah kondisi sosial yang selama ini telah dianggap mapan dan menguntungkan keluarganya.

Abu Lahab merasa terancam. Dia tidak ingin diri dan keluarganya kelak menjadi korban dari perubahan yang dilakukan Rasulullah Saw. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada jalan lain, kecuali mencabut akar perubahan itu sebelum kian tumbuh menjalar. Abu Lahab bertekad memangkas akar tersebut sebelum bertambah besar. Maka, tekadnya sungguh bulat untuk menghentikan dakwah Rasulullah Saw.

Abu Lahab memiliki istri dan keturunan yang sama-sama memusuhi Islam. Permusuhan yang digaungkannya begitu membabi buta. Sikap inilah yang membedakan Abu Lahab dengan tokohtokoh Quraisy lainnya. Istrinya, Arwa binti Harb adalah kakak se-ayah Abu Sufyan ibn Harb. Dari pernikahannya, lahir tiga orang putra, yaitu ‘Utbah, Mu’attib, dan ‘Utaibah. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, Abu Lahab sering dipanggil Abu ‘Utbah.

Sebelum Muhammad Saw. diangkat menjadi rasul, hubungan beliau dengan Abu Lahab baik-baik saja, bahkan begitu mesra. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, Abu Lahab sangat senang memiliki keponakan yang disayangi oleh semua anggota keluarganya, terutama ayahnya, ‘Abdul Muththalib, dan adiknya, Abu Thalib. Kedekatan itu semakin erat saat Abu Lahab menerima kedua putri Rasulullah Saw. sebagai menantunya. ‘Utbah mempersunting Ruqayyah, putri kedua Rasulullah Saw., sedangkan ‘Utaibah mempersunting Ummu Kultsum, putri ketiga beliau.13 Abu Lahab berharap hubungan pernikahan tersebut dapat mempererat hubungannya dengan Rasulullah Saw.

Ternyata, hubungan mesra kedua keluarga ini tidak bertahan lama. Begitu Rasulullah Saw. diutus menjadi rasul dan menerima wahyu, benih-benih konflik mulai timbul. Perasaan tidak senang mulai tampak pada diri Abu Lahab yang juga membawa-bawa keluarganya dalam permusuhan itu. Hubungan yang semula baik lambat laun menjadi renggang, bahkan putus. Dari yang semulanya keluarga dekat, Abu Lahab pun menjadi musuh bebuyutan.

Awal Permusuhan

Abu Lahab adalah sosok yang cepat naik darah dan sangat emosional.14 Dia sama sekali tidak bisa mengendalikan emosi saat amarahnya memuncak sampai ubun-ubun. Reaksi spontan dan emosional itu pula yang ditunjukkannya kepada Rasulullah Saw. pada awal-awal dakwah beliau.

Tidak lama setelah itu, Rasulullah Saw. mendapat perintah untuk berdakwah kepada para kerabatnya melalui firman Allah Swt.,

Lihat selengkapnya