Semakin malam semakin banyak perapian di sekitar Sarjas dan Ezar. Beberapa kelompok yang kesulitan menyalakan api meminta ranting atau kayu yang sudah terbakar dari kelompok lain untuk dibawa ke perapiannya. Jumlah satu kelompok perapian beragam, dari yang hanya berdua, juga yang mencapai dua puluhan orang dengan kobaran api yang cukup besar. Beberapa sudah menjadikan perapian itu untuk memasak, ada pula yang sekadar sebagai penerang dan penghangat.
Ezar bisa melihat bahwa banyak orang yang masih memakan roti yang dibagikan sore tadi. Ia bahkan melihat masih ada nampan yang masih berisi banyak roti di satu kelompok perapian, membuat Ezar bertambah penasaran dan ingin segera mengetahui asal muasalnya. Ezar sudah punya rencana dengan Sarjas untuk hal itu. Karenanya Ezar dan Sarjas belum membuat perapian untuk mereka.
Ezar dan Sarjas berjalan perlahan dengan beriringan ke arah pusat keramaian di depan. Mata keduanya berusaha sebisa mungkin menangkap wajah-wajah orang di setiap kelompok perapian, berharap melihat wajah Amira dan Kayla, atau orang-orang dari desa mereka yang mungkin bisa ditanya soal keberadaan keduanya.
Sarjas sempat mendekati satu kelompok yang perawakan salah satu wanita berkerudung di sana mirip dengan Amira. Namun saat Sarjas melihatnya dari depan, wajahnya jauh berbeda. Sarjas dan Ezar terus melangkah melewati banyak sekali orang-orang yang duduk melingkar mengitari api. Beberapa sudah berbaring, terlelap, sebagian lagi sedang menyantap makan malam dan saling bertukar cerita.
Ezar sudah bisa melihat satu kelompok yang dikelilingi oleh banyak kelompok perapian lainnya. Kelompok terdepan yang tidak ada lagi kelompok lain setelahnya. Jumlahnya justru tidak begitu banyak, hanya belasan orang saja. Mereka terlihat duduk-duduk di hamparan tanah yang lebih tinggi dari tanah di sekitarnya. Satu titik yang sengaja dipilih agar mudah terlihat. Ezar dan Sarjas tahu bahwa salah satu orang di dalam kelompok itu adalah sang guru yang suaranya sempat mereka dengar. Beberapa orang yang bukan bagian dari kelompoknya tampak berdiri di sekitar untuk bisa mendengar percakapan. Sarjas dan Ezar pun mendekati orang-orang itu. Berdiri di belakang punggung mereka untuk bisa melihat sejauh mungkin dari sana.
Kobaran api yang merah kekuningan menari-menari, sedikit menghalangi sosok yang duduk di tengah, di antara yang lainnya. Sarjas hanya bisa melihat tudung dari jubah putihnya. Orang itu jelas berambut lebih panjang dari rambutnya. Rambut cokelat itu tapak berminyak, mengurai ke dua sisi pundaknya yang tidak tertutup tudung. Janggutnya tidak sampai menyentuh tubuhnya. Ia tampak sedang bicara kepada orang di sampingnya, namun suara yang bisa didengar cukup jelas oleh orang-orang di sekitar perapiannya.
Sarjas bisa mendengar pengajaran soal hak orang-orang miskin yang tidak mampu dari harta yang didapat dari jual beli, bertani, maupun berternak. Lalu dorongan dari sang guru agar orang-orang berusaha menjadi orang yang mampu memberi.