Pancaran terik sinar matahari mulai menembus kelopak mata Sarjas. Tapi bukan itu yang membuatnya terperanjat. Ada keributan di kejauhan yang suara samarnya sangat mengganggu. Sarjas langsung duduk lalu menghadap ke belakang. Di tempat sang guru semalam orang-orang berdiri berdesakan. Sarjas berdiri lalu menyenggol Ezar dengan kakinya untuk membangunkan. Ezar terlihat berputar namun membuka matanya. Sarjas menendangnya sekali lagi. Ia melihat puluhan penunggang kuda di antara kerumunan orang-orang di depan.
“Ezar bangun!” teriak Sarjas melihat bahaya. Ia lalu sadar kuda mereka tidak ada di tempatnya. “Kuda kita hilang, Ezar!” teriak Sarjas yang kali ini membuat Ezar langsung berdiri. Ia menoleh ke arah pepohonan tempat seharusnya kuda berada, tapi ucapan Sarjas benar. Ia melihat Sarjas mulai melangkah mendekati kerumunan. Ezar menyingkap cepat selimutnya agar ia bisa melangkah. Dengan cepat ia menyusul Sarjas yang sudah melewati banyak kelompok perapian.
“Kuda kami!” seru Sarjas pada orang-orang yang ia lewati. Ia berhenti lalu menepuk salah satu punggung seorang pria yang sedang menghadap ke keramaian. “Apa kamu melihat kuda kami?” ujar Sarjas cepat. Pria itu terkejut lalu menggeleng.
“Orang-orang itu!” tunjuk pria lain di dekat pepohonan di sisi yang berbeda. “Bukan hanya kamu yang dirampas!” seru pria yang wajahnya masih tampak baru bangun tidur itu. Sarjas dan Ezar lanjut berjalan melewati kerumunan orang lalu mulai melihat jelas para penunggang kuda yang sebagian menghadap ke arah mereka dengan pedang terhunus dan direntangkan. Pakaian orang-orang berkuda itu tidak berjubah. Mereka mengenakan baju zirah yang mirip dengan setelan tentara Romawi namun berwarna gelap. Kaki mereka terlihat hingga ke paha karena menggunakan celana pendek dengan sabuk mengaitkan sarung pedang mereka.
Ada suara percakapan di depan sana yang tak bisa Sarjas dan Ezar dengar dengan jelas, namun terdengar tegas. Sarjas dan Ezar terus mencari keberadaan kuda mereka di antara kuda-kuda yang para militan asing ini. Sarjas mulai sadar ketika suara dari sekitar yang menyebut kata, “Kamu Zelot!”, “Pemberontak!”. Ucapan-ucapan yang membuat para penunggang kuda mencari asal muasal suara itu.
Lalu sebuah suara memperdengarkan kalimat yang jelas dari depan. “Jangan ada yang melawan!” seru suara itu. Sarjas mesti menerobos kerumunan untuk bisa melihat siapa yang bicara. “Ini perintah Masiah!” ucap orang itu. Sarjas ingat itu adalah Orjan, penunggang kuda yang menyambutnya saat pertama kali masuk ke rombongan. Kali ini ia tidak menunggangi kudanya.
Teriakan itu cukup membuat suasana lebih hening, karena orang-orang yang tampak marah mulai diam dan tak berteriak lagi. Beberapa mereka hanya melanjutkan amarah dengan gerutuan yang terdengar samar. Sarjas berhasil melihat yang ia cari.
“Kuda kami! Itu kuda kami!” teriak Sarjas sambil terus merangsek ke depan. Lalu ujung sebilah pedang dari seorang militan mengarah ke wajah Sarjas, membuat langkahnya berhenti. Ezar menarik Sarjas menjauh dari ujung pedang itu hingga mundur selangkah.
“Kuda kalian tidak berguna di sini!” teriak penunggang itu. Sarjas menggeleng tak terima.
“Itu kuda kami, Orjan!” teriak Sarjas membuat Orjan menoleh ke arahnya. Dengan cepat Orjan mendekat, melewati penunggang kuda yang mengancam Sarjas. Ia berbisik tegas ke dekat telinga Sarjas.