Para Pengganti

Agung Satriawan
Chapter #8

Pertemuan

Ezar tampak gugup dalam senangnya. Sarjas bisa melihat muka Ezar memerah saat Kayla menyapanya secara khusus dengan senyuman. “Ezar!” panggil Kayla seraya mendekatinya. Suara yang membuat debar jantung Ezar mencepat seketika. Wajah yang ia rindukan kini terlihat lagi. Wajah lancip Kayla yang terbatasi oleh kerudung yang terlihat lebih rapat dari yang biasa ia lihat ketika Kayla berjualan di pasar.

Sarjas pun tak kalah gugup, hanya saja perasaannya lebih karena kemunculan Amira yang tiba-tiba. Ia merasa sedang awut-awutan sebangun dari tidurnya. Wajahnya kusam sebagaimana juga janggutnya yang berdebu. Rambutnya pun belum sempat ia rapikan dengan jari. Karena itu Sarjas tak berani bertemu pandang dengan Amira. Seperti saat Amira bertanya kepadanya 

“Sejak kapan kalian ada di sini?”

Sarjas menunduk setelah menatap sebentar wajah Amira. “Baru semalam,” jawabnya lalu menunduk lagi. Ia sungguh berharap ada waktu sebentar untuk tidak terlihat Amira agar bisa merapikan rambutnya. Ia sangat grogi berhadapan dengan gadis cantik dengan mata lentik seperti Amira dalam keadaan belum mandi seperti sekarang ini.

“Kami mendengar keberadaan kalian dari Timoti,” ujar Kayla. “Dia bilang kuda kalian dirampas juga seperti kudanya,” tambah Kayla dengan nada simpati.

Ezar dan Sarjas mengangguk. Sarjas gemas sekali melihat Ezar yang tak berucap satu kata pun atas kalimat Kayla barusan. Karena itu Sarjas mengeluarkan ucapan yang iya harap bisa menjadi contoh sederhana bagi Ezar.

“Iya,” ucap Sarjas namun menatap mata Ezar yang pura-pura tidak melihatnya. “Kami berusaha mengambil kembali kuda kami, tapi mereka menodongkan senjata,” lanjut Sarjas. Ia berharap kalimat itu memberi kesan heroik bagi Amira.

“Kalian tidak terluka, kan?” tanya Amira.  

Sarjas menggeleng. “Tidak. Kami baik-baik saja.” Sarjas menatap dulu ke arah Ezar. “Untung Ezar menahanku untuk tidak menyerang. Kalau tidak mungkin aku sudah mati.”

Ucapan itu Sarjas maksudkan agar Ezar menyambutnya dengan tambahan cerita dari sudut pandangnya, tapi tetap saja tidak terjadi. Ezar hanya mengangguk-ngangguk kecil lalu kembali menunduk.

“Apakah kalian sudah makan?” tanya Kayla menatap Sarjas dan Ezar bergantian.

Ezar tak bergeming, menahan jawaban sementara Sarjas langsung menyambar dengan jawaban “Belum,” ucapnya sambil menggeleng. “Kami belum sempat sarapan.”

 “Kalau begitu kalian ikut saja ke tenda kami,” ajak Amira. “Kami sudah membuat sup wortel. Kelompok lain juga memberi kami kacang-kacangan dan masih banyak.”

Sarjas dan Ezar saling pandang. Mereka tak mungkin menolak tawaran ini. Sarjas pun mengangguk. “Baik, terima kasih,” ujarnya.

Ezar mengangguk dan akhirnya berkata “Terima kasih.” yang langsung membuatnya merasa lega. Sarjas pun mengangguk senang atas kemajuan kecil itu. Setidaknya Kayla tahu bahwa Ezar orang yang tahu berterima kasih.

Keempatnya pun berjalan melewati kerumunan yang sudah terpencar kembali ke kelompok perapian masing-masing. Sarjas memanfaatkan waktu berjalan itu untuk merapikan rambutnya, yang ternyata dilakukan juga oleh Ezar. Seiring langkah mereka, keduanya baru sadar bahwa masih ada titik kumpul kelompok lain yang menempati sisi timur laut padang rumput ini. Jajaran pepohonan di sebelah timur membuat area itu tidak terlihat saat malam, selain juga karena terhalang oleh kelompok-kelompok perapian di dekatnya. Sarjas bisa melihat beberapa tenda di area ini. Tenda-tenda kecil yang hanya ditopang oleh empat kayu bernaungkan kain tebal berwarna putih. Ketiga sisinya ditutupi pula oleh kain. Sarjas melihat banyak wanita berada di area ini. Membuat Sarjas dan Ezar sadar alasan sedikit sekali wanita muda yang ia lihat di area tempat mereka tidur semalam.

Amira menuntun Sarjas dan Ezar mendekati tendanya. Perapian di depannya masih menyala dengan dua kayu bercabang menopang panci yang masih merebus sesuatu. Kepulan asapnya membawa serta aroma yang menggugah selera. Perut Sarjas berbunyi seketika karena rangsangan terhadap hidungnya. 

 Kayla berjalan ke samping tenda untuk mengambil dua mangkuk dan sendok kayu lalu menuangkan sup ke dalamnya. Kayla memberikan satu mangkuk pada Sarjas kemudian satu lagi pada Ezar yang harus melangkah mendekat untuk meraihnya. Kepalanya sempat tersangkut tali tenda. Sarjas menahan diri untuk tertawa melihatnya.

Sarjas mulai duduk di atas rerumputan. “Kalian sudah makan?” tanyanya untuk mengalihkan pikiran dari kejadian barusan.

Ezar duduk pula. “Iya,” tambahnya dengan satu kata yang tak memberi dampak berarti. Sarjas menahan tawa lagi atas ucapan Ezar itu. 

“Iya apa?” goda Sarjas karena tak tahan. 

Lihat selengkapnya