Para Pengganti

Agung Satriawan
Chapter #12

Setia

“Paman, bolehkah kami duluan? Kami harus segera mengabarkan bahwa Masiah ditangkap!” pinta Sarjas. Pria keheranan namun menaruh timba. itu mengangguk sambil menjauhkan obor dari wajah Sarjas. Ezar mendekat lalu memposisikan semua tas kulit air sementara Sarjas menuangkan air dari ember kayu.

“Apa yang terjadi dengan Masiah?” tanya pria itu khawatir.

Sarjas melempar timba ke liang sumur. “Orang-orang melemparinya!” jawab Sarjas lalu menarik lagi timba. 

“Ya Tuhan! Pengusap mataku,” ujar pria pemegang obor. “Penyembuh mataku!”

Sarjas menyimpan timba di pinggiran sumur. “Apa maksud paman penyembuh mata?”

Pria itu menatap Sarjas tajam. Sarjas bisa melihat ada bercak putih di antara cokelat bola matanya yang terseorot kobaran api obor. Pria itu berkata lirih, “Aku termasuk yang Masiah sembuhkan dari kebutaan.”

Sarjas menatap Ezar yang sedang termenung melihat pria pemegang obor. “Terima kasih, paman!” ujar Sarjas menjauhi sumur. Ia dan Ezar berjalan cepat meninggalkan area sumur. 

Sudah banyak perapian di tempat singgah rombongan pengikut Masiah. Sarjas dan Ezar terus berjalan meski napas mereka terengah-engah. Sarjas mendekati area Masiah sebelum memasuki kota. Ia mendekati perapian yang cukup besar di sana.

“Orjan!” teriak Sarjas. “Di mana Orjan?” tanya Sarjas pada kerumunan orang di sana. Tidak ada yang menjawab.

“Orjan!” teriak Sarjas lagi. “Masiah mungkin di tangkap!”,

Kalimat terakhir itu membuat orang-orang bersuara. “Orjan!” teriak Ezar membantu. Lalu teriakan Ezar merambat ke berbagai arah. Orang-orang mulai menghadap ke arah Sarjas dan Ezar. Sebagian mereka yang mendekat membawa obor. 

  “Apa kalian melihat sendiri?” tanya orang di belakang kerumunan. Sarjas menoleh ke arah suara itu.

“Kami melihatnya ditimpuki batu. Messiah dikepung para rabi, tentara Romawi dan Prajurit Yudea di sana.”

“Apa maksudmu, Sarjas?” tanya suara Orjan yang muncul sosoknya dari belakang tiga orang pembawa obor. 

“Kita dalam bahaya!” seru Sarjas menatap Orjan lalu sekeliling.

“Kenapa kalian meninggalkan Masiah?” teriak sebuah suara di samping. Sarjas tidak sempat melihat wajahnya.

“Kami tidak mungkin menghadapi tentara Romawi!” jawab Sarjas.

“Kalian seharusnya membela Masiah!” teriak suara lagi. Ezar lalu mendekati Sarjas memberi pembelaan.

“Apa kalian lupa pesan Masiah untuk tidak melawan?” teriak Ezar pada orang yang tak terlihat itu. Suaranya lalu menjadi lebih pelan saat mengucapkan, “Lagi pula, siapa yang mengabarkan ini jika kami tidak pergi dari sana?”

Ezar menatap sekitar, berharap menemukan wajah dua orang yang berteriak itu, namun tidak ada tanda-tandanya. Tidak ada lagi suara kecewa karena pembelaan Ezar masuk akal. Dua orang mendekat dari belakang Orjan membawa obor. 

“Jangan ada yang keluar dari tempat ini!” teriak Orjan. Ia lalu melangkah ke arah Sarjas dan Ezar datang. Semua orang melihat Orjan dan dua orang pembawa obor menjauh ke arah kota. Sarjas dan Ezar berpaling lalu melangkah menjauhi kerumunan.

“Apakah Masiah baik-baik saja?” tanya pria terdepan yang Sarjas lewati.

“Aku rasa begitu,” jawab Sarjas. “Entah sekarang,” tambahnya sambil terus melangkah. Orang-orang di sana menjadi riuh dengan kekhawatiran. Sarjas dan Ezar mendekati tenda Amira dan Kayla yang sudah berperapian. Amira sedang duduk di perapian kecil itu. Ia berdiri begitu melihat Sarjas dan Ezar mendekat.

“Dari mana saja kalian?” tanya Amira nyaring.

“Kita harus segera pergi dari sini!” ujar Sarjas tanpa menjawab pertanyaan.

Amira menatapnya keheranan. Kayla terlihat menunduk keluar dari tenda. Ia membetulkan kerudungnya lalu menatap Ezar. “Apa yang terjadi?”

“Masiah mungkin ditangkap,” jawab Sarjas. 

Amira menunggu penjelasan Sarjas lalu berpaling pada Ezar. “Memang apa yang dia lakukan?”

Sarjas menghela napas, sementara Ezar langsung menjawab. “Masiah membuat burung dari tanah,” ucapnya. “Di depan para rabi, tentara Romawi, dan prajurit Yudea di sana.”

“Terpujilah Masiah!” seru Kayla malah tersenyum. Sarjas mengerutkan kening melihat itu.

Lihat selengkapnya