Para Pengganti

Agung Satriawan
Chapter #14

Pesanan

Aris menatap jalanan, menembus dari kaca jendela tokonya. Ia berharap satu saja dari orang yang berjalan di trotoar menepi dan masuk ke dalam pintu di sampingnya. Sudah tiga bulan usaha Aris berjalan. Tokonya masih sepi. Istrinya mulai menyesali keputusannya untuk mengundurkan diri sejak enam bulan lalu. Pendamping hidupnya yang kini duduk hadapannya sambil menyeruput es teh buatan sendiri.

“Ibu nanyain lagi,” ucap Vivi. “Sudah untung belum, katanya.”

Aris berpaling pada Vivi. Menatap wajah istrinya yang tak menyunggingkan sedikitpun senyum. Rasa khawatir jelas tergambar pada parasnya.

“Kamu jawab apa?” tanya Aris lalu meminta es teh di hadapan Vivi. 

“Aku jawab masih merintis, bu,” jawab Vivi. Aris mengangguk setuju dengan pilihan itu. Ia kembali menatap jalanan. Seorang wanita berkerudung mendekati pintu toko dan membukanya. Aris dan Vivi langsung berdiri dan melangkah ke arah belakang jajaran roti di rak kaca. Wanita itu melihat-lihat berbagai roti yang ada di sana sementara Aris mengenakan kembali topi kokinya. Aris memberitahu rasa-rasa yang ada meski sudah tertulis di setiap nampannya.

Wanita itu mengambil tiga jenis yang berbeda lalu membawanya ke meja kasir. Vivi tersenyum menerima lalu memindai tiga pilihan pelanggan itu. Ia menerima uang tiga puluh ribuan dari pelanggan dan memberikan enam ribu sebagai kembalian beserta senyuman yang kembali tak berbalas.

  Vivi menyimpan uang itu dalam mesin kasir. Mesin yang terlalu mahal namun terlanjur jadi pilihan suaminya. Itu jadi lembar pertama sore ini. Vivi melangkah menuju meja semula. Ketika melewati Aris ia berkata, “Abang sudah harus bayaran les besok,” ujarnya. “Kamu masih punya?”

“Aku usahakan besok ada,” ujar Aris.

“Minjem lagi?” tanya Vivi. “Mending pinjem ke mama.”

Aris langsung menggeleng. Ia tahu maksud istrinya meminjam ke ibunya Vivi, mertua dirinya. Tapi Aris lebih memilih menghindari kekhawatiran. “Jangan, yah,” ucap Aris tegas. Vivi menghela napas dan mengangguk. Aris melihat jam dinding di atas lemari pendingin. “Sudah jam lima, nanti kamu kehitung lembur,” ujarnya niat bercanda. Tapi Vivi sama sekali tidak tertawa. Ia mengambil tas di atas meja lalu berdiri dan keluar dari toko, menimbulkan suara gerincing dari bel yang tergantung di pintu. Mata Aris memperhatikan langkah istrinya dari balik kaca. Istrinya kini kembali mengendarai motor, setelah mobilnya dijual untuk biaya renovasi toko. 

Menjelang malam Aris menunggu toko sambil melihat-lihat akun Instagram tokonya. Tumben ada satu notifikasi berlambang komentar. Sebuah akun menyebut nama akun tokonya.

‘Kayanya @sifaroti ini kurang promo aja deh. Roti gandumnya juara!’

Lihat selengkapnya