“Kayla,” ujar Ezar lalu menunduk saat Kayla menoleh padanya. Ezar melanjutkan ucapannya dengan lebih lantang. “Sama,” ucapnya.
Kayla merautkan heran dengan gerak kepala. “Sama apanya?”
Sarjas lalu datang membawa nampan anyaman kayu berisi hidangan sebagaimana beberapa orang di sekitar juga melakukannya. Mereka membawa ke arah yang berbeda setelah menerima dari orang yang sama, salah satu murid Masiah di depan sana. Sarjas menatap Ezar yang masih berhadapan dengan Kayla. Menahan penjelasan yang tertunda.
“Makan siang datang!” seru Sarjas lalu menyimpan nampan itu di depan perapian.
“Apa ini?” tanya Kayla sambil berjongkok lalu menyentuh butiran biji-bijian lunak berwarna kuning yang tinggi mengerucut.
“Entahlah, tapi terlihat enak,” ujar Amira sambil duduk. Sarjas dan Ezar juga mulai duduk saat nampan lain dibawa oleh wanita tua yang lalu duduk di samping mereka, makan bersama anaknya. Amira dan Kayla membasuh dulu tangan mereka, sementara Sarjas dan Ezar langsung mencomot makanan yang berada di pinggiran nampan bulat. Empat jenis makanan yang tak mereka tahu namanya. Ada daging berbumbu, sayuran, buah, dan mi kering yang manis gurih.
Ada curi-curi pandang yang tak disadari masing-masing sasarannya. Amira pada Kayla. Kayla pada Sarjas. Sarjas pada Ezar. Ezar pada Kayla. Masing-masing dengan pikiran berkecamuknya. Sarjas bahkan harus pilih-pilih, mana yang akan ia jadikan bahan obrolan.
“Bagaimana hidangan ini bisa ada?” ucap Sarjas masih mengunyah makanannya.
Amira menoleh ke arahnya. “Sama seperti roti sebelumnya. Keajaiban Masiah” ungkap Amira lalu menatap Kayla, mengira akan ada tambahan kata. Tapi Kayla hanya mengangguk dengan tatapan ke arah perapian. Karenanya Amira menambahkan sendiri dengan, “Dengan izin Tuhan.”
Ezar mengangguk-ngangguk, melihat lagi hidangan sambil bergumam, “Yang roti kemarin saja belum tuntas, sudah ada bahan pikiran baru,” ujarnya menatap Sarjas. Ada balas tatap dari Sarjas. Tatapan yang terlalu lembut untuk Ezar.
"Seandainya kita termasuk yang menyaksikan semua keajaiban-keajaiban itu," ujar Amira merautkan khayal. "Mata buta yang kembali melihat, sembuhnya kelumpuhan, bangkitnya orang mati di Betania."
Kayla mengangguk kecil, menggumamkan, "Dengan izin Tuhan."
Sarjas menatap Amira dengan rasa iba. Ia menahan tolehan ke arah Kayla dan memilih untuk bangkit paling pertama. Ia memanggul lagi tasnya lalu menepuk-nepuk bagian pinggul jubahnya untuk mengempas remeh dan debu yang ada di sana. Gerakan yang Ezar tahu tidak biasa Sarjas lakukan. Biasanya ia tidak peduli dengan apapun yang mengotori pakaiannya.
Sarjas mengangguk, sempat bingung ingin berkata apa. Yang pasti ingin cepat pergi dari sana. Ada enggan melihat Amira dan Kayla secara bersamaan. Perasaan tak karuan yang membuatnya mengucapkan, “Sampai jumpa,” entah pada siapa. Amira dan Kayla mengangguk. Setelah minum, Ezar mengambil tasnya lalu buru-buru menyusul Sarjas yang berjalan ke pinggiran.