Para Pengganti

Agung Satriawan
Chapter #22

Pertanyaan

Ezar melirik Kayla yang sedang menatapnya. Ada perasaan bahagia karena tatapan Kayla mengandung senyuman bangga terhadapnya. Rasa bangga karena salah satu murid Masiah baru saja merapikan rambutnya hingga mengurai ke bahu. Kayla bilang murid itu adalah Natsnail dari Galilea. Murid yang memberitahunya untuk mencukur kumis namun membiarkan janggutnya. Ezar menuruti itu karena tahu itu demi kerapian dirinya saat memasuki Bait Suci nanti untuk doa siang bersama Masiah.

Ia sudah hafal gerakan dan sebagian doanya. Sebagian karena ia masih ingat ayat-ayat Torah yang sering ia dengar saat kecil dulu. Sudah empat kali Ezar mengikuti doa bersama Masiah dan murid-muridnya. Dua kali di depan tenda Masiah, dua kali di Bait Tuhan yang ada di dekat pasar dan kota atas. Ezar bisa melihat rasa tatap haru dalam mata Kayla saat ia akan berangkat dan pulang dari doa bersama. Kayla selalu menanyakan, “Apa yang Masiah ajarkan tadi?”

Ia juga sempat menceritakan tragedi pelemparan batu oleh para murid rabi di dekat Bait Suci dua hari lalu. Ezar jadi salah satu yang terkena lemparan itu, yang untungnya tidak mengenai kepala. Ia bisa merasakan dalamnya kecintaan para murid pada Masiah ketika itu. Mereka saling berebut jadi tameng hidup dari lemparan dan cacian saat menempuh perjalanan kembali ke perkemahan. 

Dan sore ini Ezar mendapatkan kesempatan itu. Masuk ke Bait Suci saat hanya ada beberapa rabi yang tak bisa mencegah mereka karena kalah jumlah. Ezar merasakan kesyahduan doa bersama dalam ruangan yang sejuk hingga ia meneteskan air mata ketika bersujud. Lalu sebuah tanya keluar dari mulut Masiah sebelum mereka berdiri.

“Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk ajaran Tuhan ini?”

Ezar mengira itu bagian dari ayat Torah, karenanya ia hanya diam saat murid-murid Masiah sama-sama berucap. “Kamilah penolong-penolong ajaranmu!” yang hanya sempat Ezar ikuti dengan anggukan kesungguhan.

Ezar baru akan berbelok kembali ke jalanan menuju tanah lapang tempat perkemahan, sebelum empat murid Masiah, termasuk Natsnail, ternyata terus lurus melewati persimpangan. Mereka terus berjalan melewati rumah-rumah yang hampir setiap pemiliknya yang berpaspasan memberi salam pada Masiah. Hingga di persimpangan berikutnya, Ezar melihat Orjan di atas kudanya seperti sedang menatap ke jalan utama. Setelah rombongan Masiah mendekati persimpangan, Orjan kembali memacu kudanya untuk berjalan lebih dulu. Ezar sadar bahwa Orjan sedang menuntun jalan rombongan.

Mereka sampai di persimpangan berikutnya saat gelap tiba. Persimpangan yang menjadi pertemuan jalan utama dengan jalan setapak dan jalan tanah menuju hutan cemara. Jalan tanahnya bercampur bebatuan yang dijeda banyak pohon palem dan kurma.

Lima ratus meter selanjutnya Ezar melihat Orjan sudah memegang obor, turun dari kudanya, lau menghadap sebuah rumah besar dengan sumur batu di halaman sampingnya. Rumah dengan bukit batu yang dikelilingi tanaman hias dan kandang kuda kosong di sisi halamannya. Dari pintu bangunan kayu samping rumah dua orang wanita keluar. Ezar tahu salah satunya adalah Amira. Ia menatap Amira saat hampir berpapasan. Ada anggukan kecil ke arahnya yang Ezar balas dengan senyuman. Ia sangat berharap Amira menceritakan apa yang dilihatnya kepada Kayla. Tentang ia yang berada sangat dekat dengan Masiah dan murid-muridnya.

Orjan menatap Ezar saat sudah dekat dengan teras. Ia tersenyum yang Ezar balas dengan senyuman pula. 

Lihat selengkapnya