Bulan nyaris purnama. Esok bulatannya akan sempurna. Malam ini para penjaga malam cukup bugar. Meski berlelah-lelah karena berjalan ke berbagai arah di pematang sawah, keempatnya sempat beristirahat dengan tidur siang lebih lama dari biasanya, sebelum zuhur dan setelahnya. Semua perangkat makan dan ronda sudah mereka bawa, termasuk lotion anti-nyamuk dan senter.
"Jadi gimana?" tanya Ega ingin buru-buru mendapatkan kesimpulan dari eksplorasi mereka siang tadi.
Wendi menghela napas, baru menjawab "Pencuri sudah pasti menghindari jalan desa, karena di sini aku dan Boy berjaga. Dan dari tiga arah lainnya, yang paling mungkin, pencurinya ke arah utara."
"Kenapa?" tanya Adit. "Bukankah arah utara terhalang jalan tol?"
Wendi mengangguk lalu berkata "Karena area sawah di utara lebih lebar pematangnya."
"Terus kenapa?" tanya Ega sementara Bot dan Adit mengangguk karena mengingat bahwa ucapan Wendi benar.
"Pencurinya pasti cari cara paling mudah untuk membawa domba dalam keadaan gelap. Dia tidak mungkin memilih pematang yang lebih sempit." jawab Wendi.
Suasana hening sebentar, lalu Boy mulai bicara. "Mungkin nggak pencurinya lebih dari satu? Karena bawa sembelihan segitu banyak pasti susah. Kalau dua orang mungkin mereka tetap bisa lewat jalan uang sempit."
"Itu mungkin! Itu memeang salah satu kemungkinan," sahut Wendi. "Untuk sekarang, berapapun pencurinya tak jadi soal, asal kita bisa tau dulu salah satunya. Bahkan mungkin satu-satunya, karena dia bisa saja bolak-balik dalam melakukan aksinya."
Boy mengangguk dengan dugaan sementara dari Wendi.
"Yang pasti," tambah Wendi. "Orang itu mahir menyembelih."
"Oh, iya," gumam Boy setuju karena baru menyadarai apa yang Wendi sadari duluan.
"Dari susunan jeroan domba yang dia tumpuk," ucap Wendi lagi. "dari apa yang tersisa dan yang dia bawa, terlihat bahwa dia terbiasa menyembelih."
"Dia punya cukup waktu untuk menyembelih empat domba dengan cepat dan senyap." gumam Adit. "hebat juga!"
"Eh, atau," ujar Wendi teringat sesuatu lalu behenti dulu untuk berlogika.
"Atau apa, Wen? Buruan!" desak Ega tak tahan.
"Atau, bisa saja," ujar Wendi berhenti lagi, membuat Ega makin geregetan.
"Atau apa?" tanya Ega lagi.