Arni masuk melewati ke kantor desa. Di dalam bangunan jauh lebih teduh di banding panas perjalanan barusan. Ia sudah dipersilakan masuk ke ruang arsip oleh kemanan desa untuk bertemu petugas di sana.
"Berkas pondok Kyai Said, yah?" tanya petugas berseragam cokelat khas PNS itu setelah menjawab salam Arni. Nada suaranya terdengar sopan sekali, menyiratkan rasa segan pada nama besar Kyai Said.
"Betul, Pak," jawab Arni mengangguk lalu menyerahkan map berisi lembaran berkas yang sudah diminta sejak tiga hari lalu. Pegawai itu menerima pemberian Arni lalu membukanya se,bari duduk di meja kerja yang penuh tumpukan map dan alat tulis.
"Tinggal berkas nama-nama guru, Kartu Keluarganya, list daftar mata pelajarannya, setifikasi, slip gaji," ujarnya sambil mengecek satu persatu kelengkapan berkas yang Arni serahkan. "Oh, Ansor Diraga, ngajar di Al Mubarok?"
Perhatian Arni tertarik pada ucapani itu. "Ustad Ansor?" tanya Arni memastikan.
"Iya," jawab pegawai itu bersama anggukan dengan tatapan tetap pada berkas. "anak Ki Sukma yang tinggal di Dusun Babakan," tambahnya.
"Oh, bukan, Pak," ujar Arni dengan sedikit gelengan. "Itu Ustad Ansor yang tinggal di Pinangraja."