Alhamdulillah Ndu, akhirnya kamu telfon Ayah juga,” kata ayah di ujung telepon.
Hatiku sedikit sakit mendengar penuturan ayah yang sederhana itu. Hampir dua bulan aku tidak mengabari orang rumah tentang keadaanku.
Aku mengambil pendidikan non formal di pesantren atau biasa disebut pondok. Lebih tepatnya pesantren tahfidz di daerah Kudus. Al Hikmah namanya.
Pesantren Al Hikmah terdiri dari putra dan putri. Bangunan yang cukup luas. Pondok putra dan putri sangatlah dekat hanya berbatasan tembok, namun meski begitu kami tidak pernah bertemu karena kegiatan berpusat di pondok masing masing dan hampir keseluruhan acara tidak mengaitkan satu sama lain.
Pondok putra berbentuk leter U sementara putri leter O.
Pondok putri terdiri dari tiga lantai. Masing-masing lantai ada komplek atau biasa disebut nama kamar.
Lantai satu ada kamar pengurus pusat, koperasi, dapur koperasi, kamar mbak mbak ndalem, kamar ustadzah, mushola, haflah, aula baru, kamar mandi, gudang, kamar khotimah atau santri yang telah selesai dan darul athfal atau kamar putri putri kyai.
Lantai dua adalah kamar huffadz yang terdiri dari komplek A, B, C, D, gedung baru, aula lama, kamar mandi dan perpustakaan.
Lantai tiga merupakan kamar binnadhor yaitu komplek E, F, gedung baru, ruang olahraga, jemuran, ruang sentral, ruang manaqib dan kamar mandi.
Anggaplah ini sebagai penjara suci. Mengaji sebanyak lima kali sehari bagi santri huffadz atau santri yang sudah masuk tahap hafalan dan tiga kali bagi santri binnadzor atau belum hafalan. Hari selasa dan jumat diganti kegiatan lain.
Hari selasa untuk pengajian manaqib, halaqoh, burdah, sekolah madin dan roan atau bekerja bakti membersihkan pondok.
Hari jumat diisi al barzanji, halaqoh, burdah, sambangan atau jenguk santri, dan roan.
Jamaah atau shalat bersama adalah hal yang diwajibkan jika melanggar akan dikenakan hukuman.
Tidak ada keluar selain bersama orang tua itu pun dengan peraturan tidak lebih dari tiga jam, dilarang membeli makanan dan minuman selain di lingkungan pesantren, tidak ada hp kecuali milik pesantren dan aturan aturan lain yang mengikat termasuk berhubungan dengan lawan jenis.
Jauh dari orang tua dan hidup penuh dengan aturan tidak sedikit membuat aku bahkan yang lain terkadang melanggar aturan karena bosan tidak ada hiburan. Apalagi kita yang terbilang orang jauh dan jarang dijenguk.
“Maafkan Nau, Ayah. Naura sedang sibuk ngurus hafalan dan perpindahan anak-anak,” sesalku.
Disitu aku banyak bercanda. Menceritakan pada ayah ketika aku setoran yang targetnya satu lembar malah jadi setengah halaman karena lupa dan alhasil diberhentikan bu nyai. Terkadang ayah juga bercerita bagaimana keadaan rumah, apa kesibukan ayah dan ibu juga adik.
“Kamu baik baik kan disana, Ndu?” Kali ini nada bicara ayah lebih serius.
“Baik, Yah. Naura sehat. Uang yang Ayah kasih juga masih ada. Ayah sendiri bagaimana kabarnya? Nau perhatikan suara ayah ko lemes begitu?”
“Ayah sehat. Ibu sehat. Adik sehat. Semuanya sehat disini. Kamu punya ayah Naura, kalo ada apa apa jangan sungkan untuk cerita ke Ayah,” ingat ayah untuk kesekian kali.
Aku tersenyum walau ayah tidak melihat.
Ayah begitu mengenalku lebih dari apapun.
Ayah yang paham bagaimana cara menghadapiku dan menghibur tatkala aku menghadapi banyak masalah.
“Iya Ayah Naura akan cerita apapun. Ayah juga sehat sehat. Naura butuh Ayah. Alhamdulillah Naura sudah masuk halaman dua puluh empat juz dua puluh empat. Jika bisa Naura bisa ikut tes juz bulan ini dan bulan depan jika lulus Nau bisa masuk juz dua puluh lima,” kataku semangat.
Di Al Hikmah ada berbagai kepengurusan yaitu pengurus pusat, pengurus huffadz, pengurus perpustakaan, pengurus kost atau makanan dan pengurus binnadzor.
Pengurus pusat yaitu pengurus yang mengurusi semua santri di bawah naungan kyai dan bu nyai atau biasa disebut mualimah.
Pengurus huffadz, pengurus yang mengkoordinir pengajian huffadz di bawah naungan kyai dan pengurus pusat.
Pengurus perpustakaan mengkoordinir perpustakaan.
Pengurus kost atau makanan bertanggung jawab mengenai makan santri dari mulai pembayaran dan langsung dinaungi kyai dan bu nyai.
Pengurus bin nadhor mengurus santri binnadzor di bawah naungan pengurus huffadz dan kyai.
Peraturan huffadz apabila santri lulus tes huffadz berupa hafalan lima lembar selama tiga hari dengan kesalahan maksimal tiga setiap halaman maka apabila memenuhi syarat dinyatakan lulus dan bisa mengikuti pengajian huffadz.
Kesempatan tes huffadz hanya dua kali jadi apabila tidak lulus untuk kedua kalinya maka santri dianggap mengundurkan diri.
Meskipun terlihat sepele atau bahkan mudah namun banyak dari santri-santri yang keluar karena pikiran yang kacau, tidak tenang ditambah batas waktu yang bisa dibilang sempit.
Bagi santri bisa masuk juz berikutnya apabila sudah tes juz langsung dari bu nyai dan dinyatakan lulus.
Semaan atau terminalan setiap kelipatan lima dengan kesalahan maksimal tiga untuk setiap juznya.
“Doain saja Ayah. Semoga Ayah panjang umur bisa lihat Naura wisuda. Semangat! Ayah yakin Naura bisa. Ngobrol dulu sama Ibu ya?”.
“Iya ayah.”
Kali ini aku bersenda gurau dengan ibu. Aku berharap semoga keadaan rumah, kabar ayah, ibu dan semuanya memang sebaik itu.
“Naura ayo gantian,” panggil mbak El mengingatkan jika giliranku telah habis.
Aku mengangguk.
“Ibu udah harus gantian. Waktunya habis. Doain Naura ya bu semoga Naura bisa cepat selesai. Naura sudah tidak betah disini. Kangen Ibu ayah.”
“Iya sayang. Ibu doakan. Baik baik disana. Jaga pola makan. Cape istirahat. Jangan diforsir tenaganya. Ibu sama ayah doain semoga Naura hafalannya dipermudah dan dikuatkan dalam menghadapi cobaan.”
“Terima kasih bu. Salam buat Ayah. Maafin Naura baru bisa memberi kabar lain kali Naura tidak akan buat kalian khawatir lagi. Baik baik ya. Assalamualaikum,” ujarku menutup obrolan.
“Waalaikumsalam Nau. Semangat!”
***