Parade waktu

Nuriyatul amanah
Chapter #10

Praktik

Lo kalau suka ke cewek, sikap lo bakal kaya gimana Van? “


Saat ini, aku dan Alvan sedang duduk di depan televisi. Cowok itu sedang memegang stik playstation dan bermain sendiri. Sementara aku tim yang menonton saja.


Momen aku dan Alvan duduk duduk berdua dan ngobrol adalah momen langka. Dimana Alvan akan sering keluar dengan teman-temannya dan pulang saat malam untuk belajar lanjut jam tidur.


Kita hanya selisih satu tahun jadi banyak orang yang salah paham dengan melihat kita jalan berdua.


Alvan memutuskan masuk SMA berbeda denganku yang lebih tertarik masuk SMK. Faktor tersebut pula yang menjadikan waktu kita sering bertentangan. Kesibukan kita jelas berbeda.


Akan jauh berbeda dibanding Kak Imelda yang hanya mengambil beberapa mata kuliah. Dan membuatnya terlihat lebih santai. Apalagi dia mau memasuki semester akhir.


Ayah belum pulang, Ibu dan Kak Imelda sedang belanja bulanan. Jadilah tinggal kita berdua.


“Gue tanya lo serius ini,” jengkel ku karena tidak mendapat respon.


“Sikap kaya gimana?” tanya Alvan tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi yang menampilkan permainan sepak bola.


“Ya kaya berbuat baik misal, “ jawabku spontan.


“Berbuat baik itukan kewajiban. Kalau ada yang kesusahan dibantu. Bukan berarti jika ada orang yang baik ke kita orang itu berarti suka. Bisa jadi karena kasihan,” balas Alvan dengan tangan yang sibuk menekan-nekan tombol di stik.


“Tapi kalau dia selalu ngajak jalan, bawain barang, benerin injekan motor yang gitu-gitu loh,” ujarku masih penasaran.


Karena menurutku otak cowok itu sama jadi nggak ada salahnya aku bertanya pada Alvan.


“Kadang gue kayak gitu kalau lagi baik,” jawab Alvan.


“Kenapa? Lo baper digituin sama temen cowok lo?” sambungnya.


“Ko jadi gue?”


“Halah. Gue tahu lo. Kita tumbuh sama-sama jadi gue jangan coba-coba bohong dari gue karena nggak akan berhasil.”


Sialan emang. Gue lupa jika hampir seluruh hidup gue dihabiskan bareng Alvan.


“Gue kasih tahu lo ya. Cowok bersikap kaya gitu bukan berarti suka. Jangan dikit-dikit baper karena hal yang semua orang bisa lakuin. Kecuali cowok itu bilang sendiri kalau dia suka lo. Tapi kalau ternyata banyak nih kabar tentang dia yang gonta-ganti cewek ya jangan lo bawa serius sikapnya ke lo. Cowok kalau nggak bisa tegas sama sikapnya bakal bikin bingung dan akhirnya lo sendiri yang susah. Kadang cowok kayak gitu juga karena bosan.”


“Lo juga sering bosan kaya gitu ya? “


Alvan mengangguk “Kadang iya,” jawabnya mengaku “Kadang muji cantik biar tahu dia salah tingkah apa nggak.”


“Lo ko jahat Van!” balasku nggak menyangka jika Alvan bisa begitu.


“Seru tapi. “


“Seru pala lo! Lo nggak boleh kayak gitu lagi. Inget lo punya Ibu dan dua kakak perempuan. Nggak boleh kayak gitu pokoknya.”


“Ya makannya jangan baperan sama cowok,” tegas Alvan.


“Nggak-nggak. Gue nggak akan begitu. Lo juga jangan jadi cowok brengsek Van!”


“Iya. Gue bilang kan kadang. Kadang nya juga bisa dihitung jari ko.”


“Ish. Pokoknya nggak boleh! Awas aja lo.”


“Lo juga. Kalau sampai gue tahu lo pacaran, gue aduin ke Ayah! “





***



Selepas sholat maghrib berjamaah dengan Ayah, Ibu, Kak Imelda dan Alvan aku buru-buru menuju kamar.


Menyiapkan buku untuk besok dan belajar untuk praktik di laboratorium. Entah bagaimana tetapi yang aku rasakan jika akan menjelang praktik tubuhku mendadak tegang. Pernah sekali aku cerita hal tersebut kepada Rere dan dia menjawab itu respon normal.


Bahkan bukan aku saja, beberapa teman sekelas bahkan satu jurusan pernah merasakannya. Termasuk Rere.


Ingatanku melayang pada awal semester aku kelas sepuluh. Aku dan Rere sibuk berkeliling apotek demi membeli alat-alat yang akan digunakan untuk praktik.


Kita membeli pipet, kertas perkamen atau kertas puyer, salep hitam atau salep ichtyol, dan kita membeli banyak sirup dengan berbagai ukuran mili hanya untuk mendapatkan botolnya.


Aku juga masih terbayang bagaimana pengalaman aku inhal atau tidak lulusan praktik pertama saat kelas sepuluh. Aku dan beberapa teman sekelas yang tidak lulus menangis sejadi-jadinya.


Awalnya kita semua tegar tetapi begitu melihat ada salah satu dari kita menelpon ibunya dan meminta maaf seketika juga air mata kita pecah. Sedih, kecewa. Perasaan campur aduk.


Sudah dimarahi ditambah kita harus menyalin bahasa Latin sebanyak lima kertas folio dan dikumpulkan tiga hari terhitung dari hari praktik.


Saat itu materi puyer. Padahal saat pelatihan melipat puyer terasa mudah.


Awal mula aku paham dan merasa cukup mahir. Tetapi setelah masuk ke praktik lebih dalam, aku benar-benar panik.


Menghitung dosis yang tidak boleh salah. Menimbang bahan dan mencari tahu kelarutan bahan tersebut.


Apakah bahan tersebut larut dalam air atau amonium, apakah bahan harus diayak atau langsung di timbang. Atau harus dilelehkan dulu. Semua harus benar. Jika salah maka sediaan obat akan gagal.


Mengetahui resep tersebut apakah lengkap atau tidak. Sementara resep dikatakan lengkap apabila terdapat nama dan alamat penulis, tanggal peresepan, tanda R/, nama dan kekuatan obat, bentuk sediaan dan jumlah obat, aturan pakai. Nama, alamat dan umur pasien, paraf atau tanda tangan dokter.


Keterangan yang menunjuk pada resensi buku seperti farmakope edisi tiga dan halaman berapa, buku informasi spesialite obat atau disingkat iso.


Memperhatikan dengan jelas daftar obat. Obat yang digunakan pada resep termasuk golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras atau hanya zat tambahan.


Prosedur atau pembuatan obat dari sistem awal hingga akhir harus tertulis jelas.


Dan terakhir penyerahan atau cara pemakaian. Mencangkup wadah apakah menggunakan pot salep, plastik klip atau botol. Tergantung sediaan.


Etiket obat atau label, bisa disebut juga penanda obat yang biasanya terletak di kemasan. Yang berguna sebagai informasi penggunaan obat atau alat kesehatan tertentu.


Ada dua etiket yaitu biru dan putih.


Etiket biru untuk obat luar ataupun obat suntik. Sementara etiket putih untuk obat dalam seperti puyer, kapsul, sirup, sirup tetes atau drop, ataupun suspensi.


Nama pasien dan signa penggunaan obat.


Semua harus benar. Tidak boleh. Jika ada kesalahan sedikit saja harus mengulang pengerjaan.


Dan yang lebih mendebarkan ada tenggang waktu. Apa nggak mau meledak ini kepala.


Jangan lupakan pembimbing laboratorium yang sangat galak dan berkata-kata pedas.


Rasanya ingin kabur dan menangis saja.


Oleh karena itu penting untuk menjaga konsentrasi dan ketenangan. Jangan terkecoh dengan hal disekitar.


Seperti teman sudah acc bahkan mulai mencari bahan-bahan.


Aku meraih buku bersampul obat berwarna biru berpadu pink. Terlihat manis dari luar tetapi memusingkan dari dalam.


Besok praktek ketiga mengenai salep. Ada sekitar lima resep yang akan keluar.


Aku membuka buku mencari daftar materi yang bersangkutan. Setiap praktik aku harus menghafalkan beberapa singkatan Latin yang digunakan seperti aturan pemakaian.


Tulisan dokter terbilang jelek bukan berarti tidak bisa dibaca. Tetapi dokter sengaja menulis menggunakan metode itu agar tidak di copy orang lain. Dan biasanya ada kerjasama dengan apotek tertentu.


“M. F. Ungt. Misce fac. Campur dan buatlah,” aku mulai menghafal dan memahami “ Ungt. Unguentum artinya salep,” ucapku pelan dan mulai mencari istilah-istilah yang kiranya akan keluar saat praktik. Dan beberapa juga aku tandai agar lebih mudah saat mencari.


Gaya belajar ada tiga tipe. Gaya belajar visual, gaya belajar auditori dan gaya belajar kinestetik.


Aku tipikal orang belajar menggunakan gaya visual. Lebih mudah menyerap dan memahami. Walau akan membutuhkan waktu cukup lama karena beberapa kali aku ulang.


Pernah aku mencoba metode lain karena penasaran saat Rere atau yang lain terlihat enjoy dan tidak memakan waktu.


Tetapi hasilnya mengecewakan. Dari situ aku mengetahui satu hal. Jika terkadang bukan orang lain yang paham terhadap diri kita. Tetapi kita sendiri yang paham.


Waktu mulai berlalu. Buku-buku disekitarku mulai berserakan dimana-mana. Ada farmakope, iso, buku ilmu resep, catatan pribadi, kertas berisi resep dan buku farmakologi.


Kepalaku mulai berdenyut. Menghafal nama Latin, benar menghitung dosis, mencari halaman resep, daftar obat dan mengecek peralatan untuk besok.


“Ya Allah kepala gue,” keluhku sudah merasa benar-benar pusing.


Aku mengamati jam digital yang berada di atas nakas. Jam menunjukkan pukul delapan lewat empat puluh. Ternyata hampir dua jam aku belajar. Pantas saja kepala dan perutku mengamuk.


Dirasa cukup, aku mulai mengemasi buku-buku juga alat tulis yang berserakan. Tidak lupa meletakan sticky note dan menuliskan beberapa hal penting.


“Akhirnya setelah sekian lama,” lega ku begitu melihat kamar sudah rapi.


Ting


Satu notif menarik perhatian. Dari Naren.


Naren : Sayang maaf aku mengingkari janjiku. Harusnya kita menghabiskan waktu sama-sama tadi.


Aku tersenyum. Cowok itu sepertinya menyesal.


Naura : It's oke Kak. Kamu juga udah ngasih tau alasannya apa. Nggak mungkinkah kamu ninggalin kelas dadakan. Apalagi termasuk kelas penting.


Naren : Hm. Memang sangat menyebalkan. Maaf ya?


Naura: Udah dong gak usah minta maaf mulu Kak. Aku blok lama-lama kamu.


Naren : Dih. Tega banget sama pacar sendiri.


Naura : Abis kamu gitu.


Naren: Iya nggak udah. Besok berangkat bareng aku lagi?


Naura: Sama Ayah Kak. Kebetulan Ayah nawarin karena besok punya waktu.


Naren: Hm oke. Pulang bareng aku ya?


Lihat selengkapnya