Parade waktu

Nuriyatul amanah
Chapter #12

Akhirnya

Aku sudah hampir selesai bersiap-siap. Style kali hanya mengenakan celana jeans dan kemeja. Sengaja aku make up natural untuk menutupi wajah yang terlihat pucat dan mata panda. Rambut juga aku gerai.


Aku sempat tidur walaupun sebentar. Namun rasanya berbeda dengan aturan cukup tidur. Badan lebih terasa segar bukan seperti ini.


Sore ini, sesuai perjanjian aku dan Naren akan bertemu. Jujur aku cukup terkejut melihat isi ponsel Naren.


Kebanyakan adalah chat dari cewek. Dan yang aku nggak habis pikir, entah karena menghargai atau bosan, sikap Naren cukup welcome.


Setelah menghabiskan waktu satu jam, akhirnya aku sampai salah satu di cafe yang cukup dekat dengan rumah.


Awalnya Naren berniat akan menjemput. Tetapi aku menolaknya.


Tidak terlalu sulit untuk menemukan cowok itu. Aku melihat Naren duduk di meja nomor 7. Meja yang dekat jendela. Entah sudah berapa lama cowok itu menunggu tetapi sejenak aku melihat wajahnya yang sepertinya kurang tidur. Dia terdiam dan menatap lurus entah apa.


Tanpa memikirkan hal yang belum tentu benar, aku memutuskan untuk menghampiri nya.


“Kak,” panggilku dan Naren langsung menoleh sepenuhnya.


Aku duduk di hadapannya. Masih kesal dengan isi pesan-pesan yang aku baca membuatku enggan membuka topik pembicaraan.


Sangat berbeda waktu-waktu yang berlalu, jika bahkan kemarin Naren menyambut kedatangan ku dengan senyuman berbeda kali ini. Dia terlihat datar dan dingin.


Terakhir bertemu hubungan kita memang memburuk dan suasana yang tidak bersahabat.


“Aku sudah pesan jus mangga buat kamu,” ujar Naren menatapku lekat.


Awalnya aku enggan menatapnya. Tetapi sorot mata coklat itu berbeda. Ada luka disana. Samar-samar aku melihat siku Naren berdarah. Buru-buru aku menepisnya. Mungkin aku salah lihat.


Aku mengambil ponsel Naren yang aku letakan di dalam tas selempang kemudian menyodorkan benda pipih itu “Ini HP Kakak. Punya ku mana?” kataku to the point.


Tanpa banyak bicara, Naren mengeluarkan ponsel milikku dan meletakkan di hadapannya.


“Kamu ingat pernah nulis apa?”


Deg!


Tanganku terulur dan dengan cepat meraih benda pipih itu. Mencari segala macam kebodohanku yang terlanjur diketahui Naren.

Lihat selengkapnya