Kuy jalan! “ aku menepuk bahu Naren saat sudah berada di atas motor.
Naren melirik sekilas “Peluk dong! “ pintanya.
Aku terkekeh pelan dan mendadak kepalaku muncul ide. Pasti Naren akan kesal.
“Udah,” kataku berpegangan pada rear grip motor dan menahan tawa.
Sekilas aku melihat pantulan bayangan Naren dari spion. Tampak cowok itu cemberut.
“Sayang!” rengek Naren.
“Apa? Aku sudah pegangan ko. Benarkan kaya gini? “ lontar ku pura-pura tidak tahu.
Naren menarik kedua tanganku dan memeluk perutnya erat “Yang benar kaya gini, “ katanya membuat aku menggigit bibir dan jadi tersenyum sendiri.
“Sebentar Kak, ada yang kurang, “ balas ku sambil menaruh dagu di bahu kanan Naren.
Naren mengalihkan wajah, tidak kuasa menahan senyum gemas “Paling bisa sekarang ya, godain pacar sendiri,” ujar Naren kemudian memakai helm fullface nya.
Motor gede milik Naren melaju dengan kecepatan sedang keluar dari perumahan dan menuju jalan raya besar.
Aku mengeratkan pelukan saat Naren menambah kecepatan dan memejamkan mata. Menghirup udara Bandung pagi ini. Terasa sangat menyegarkan.
Aku menatap pepohonan di pinggir jalan yang seakan melambai-lambai terkena angin.
Naren berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah. Tangannya mengelus lembut tanganku.
“Kalau cape bilang ya? Kita bisa berhenti sebentar,” pesan Naren.
“Iya. Aku bakal bilang ko,” balas ku dan Naren segera menarik gas begitu lampu berganti warna hijau.
Ini perjalanan kedua ku memakai motor bersama Naren. Cowok di hadapan ku selalu penuh kejutan.
“Kak, makasih,” ujarku masih diatas motor.
“Hah! Apa sayang, aku nggak denger! “ jawab Naren.
“Hah! Dapet! kataku keras.
Naren melintas dengan sangat cepat. Tidak heran dulu aku menyuruhnya ikut balapan saja. Kan lumayan dapat uang kalau menang.
“Ko kupat sih! “ decak Naren dengan obrolan yang tidak nyambung.