Selama ribuan tahun sebelum masa pleistosen berakhir karena bencana global yang paling menghancurkan atau disebut Maltwater Pulse 1B oleh para geolog, peradaban Atlantis berjaya dalam puncak kemajuannya dan mempengaruhi sistem kehidupan di seluruh dunia. Berdasarkan ciri-ciri geografis dan geologis yang dipaparkan Plato dalam dua tulisannya yang terkenal, Timaeus dan Critias, Prof. Arysio Santos ilmuwan Brazil telah melakukan penelitian selama tiga puluh tahun (wafat tahun 2006) terkait Atlantis yang kemudian menghasilkan sebuah statemen – dan sebuah buku tebal berjudul Atlantis The Lost Continent Finally Found - yang mencengangkan publik internasional tentang keberadaan kekaisaran dunia ini berada di tanah yang sama dimana Indonesia berdiri hari ini.
Karena pengabaian, sesat logika, dan kekejaman kolonial, maka kita hari ini tidak tahu apa-apa selain kisah legenda turun temurun tentang kehebatan para leluhur Nusantara. Namun syukurlah ada profesor jernih yang semata-mata menggunakan kepandaian dan keahlian yang ia miliki untuk mengungkapkan kebenaran, sehingga generasi sekarang mulai memahami hal-hal yang selama ini tak terpikirkan dan perlahan bergerak dalam aksi yang saling melengkapi. Salah satunya di ranah sastra. Dengan kekuatan imajinasi – yang tentu saja didukung banyak literasi – seorang novelis kelahiran Probolinggo yang kini menetap di Lumajang menulis buku berjudul Paradesha, yang tak lain adalah nama lain Atlantis yang berasal dari bahasa kuno tanah Timur, Sanskerta dan Dravida. Yang menceritakan tentang kekaisaran super power yang membentang dari tanah Nusantara, daratan Cina, India, Afrika, dan Australia. Bayangkan saja jika Laut Jawa dan Laut Cina Selatan masih berupa paparan, tempat dimana ‘kota lembah’ itu berada dimana satu wilayah bagian dan pulau bagian lainnya dihubungkan oleh jembatan lintas Bering. Dan satu hal yang tidak banyak diketahui, tentang lintas Bering ini, yang menghubungkan Dunia Lama dan Dunia Baru, sebagaimana disiplin ilmu tentang Atlanlogi, ‘Lintas Bering’ ternyata telah menjadi ‘disiplin ilmu’ tersendiri yang juga menarik minat para mahasiswa dan profesor barat di dalam kajian-kajian ilmiah di universitas.
Novel Paradesha adalah sebuah hasil dari perjalanan spiritual penulisnya sebagai anak bangsa keturunan Nusantara, bahwa selain kecamuk politik dan perang kekuasaan yang mewarnai sejarah panjang di negeri ini sejak masa yang sangat jauh, kenyataan bahwa kita hari ini adalah pewaris pemangku peradaban tertua di dunia yang sangat maju, seyogyanya dijadikan pemantik semangat dalam kerja-kerja dan berkontribusi demi kejayaan kembali negeri ini sesuai profesi dan peranan masing-masing. Selain itu, memahami sejarah dengan benar, akan mengembalikan kebanggaan generasi muda Indonesia yang semakin hari tergerus gaya hidup yang justru berasal dari luar negeri. Jika terus menerus seperti ini, jangankan bangga, malah mengamini saja bentuk penjajahan baru dengan caranya yang sedemikian rupa. Tentu kita tahu, sebuah negara yang kehilangan karakter, tinggal menunggu kehancurannya saja.
Sebagaimana halnya Santos yang mengharapkan hasil penelitiannya digunakan sebaik-baiknya untuk kebaikan dan kesejahteraan ummat manusia, begitupun penulis novel Paradesha, meski hanya setitik, semoga ia berguna bagi cakrawala pengetahuan dan mencerahkan pemikiran orang-orang yang ‘percaya’ bahwa Paradesha bukan semata-mata kisah moral plus mitologi yang bertaburan di sana sini, melainkan lebih dari semua itu, supaya menjadi pelajaran bagi sesama. Misalnya tentang international dateline yang secara geografis seharusnya masih menjadi miliki kita, karena sesat logika dan arogansi barat kini ditentukan dan dikuasai oleh negara lain yang tentu saja melawan kebenaran maupun hukum alam. Dan masih banyak lagi ‘kebenaran-kebenaran’ lain yang berlimpah, dan menunggu kita semua mendekat supaya bisa mengungkap kebenaran yang sejati. Berharap dari satu karya akan memicu lahirnya karya-karya yang lain, yang akan terus menerus menyambung kisah tentang keagungan tradisi-tradisi luhur Nusantara, sebagaimana yang dikatakan oleh Plato maupun informasi dari kitab-kitab suci agama-agama.
(2011)