Ada hal-hal lain yang terasa janggal setelah gue menemukan majalah dewasa berisi foto lelaki telanjang di bawah tumpukan baju Yudis.
Gue tahu siapa kakak lelaki gue sekarang. Yudis dan orientasi seksualnya, juga sikap dan gayanya yang feminin. Mestinya gue enggak lagi bertanya tentang apa-apa yang Yudis lakukan kemudian. Tapi seringnya kita mengingkari kenyataan hanya karena enggak bisa menerima keadaan yang sebenarnya.
Di satu siang sepulang sekolah, gue menemukan pintu rumah yang sedikit terbuka. Aneh, biasanya pintu kontrakan kami selalu tertutup rapat kalau enggak ada orang, atau terbuka lebar jika ada penghuni di dalamnya. Keanehan yang gue temui berubah menjadi rasa penasaran ketika gue menemukan sepatu yang terlihat asing di teras.
Gue mendorong pintu perlahan. Masih dengan tanda tanya besar, gue berusaha enggak menimbulkan suara ketika melangkah. Dan, di kamar tengah, gue menemukan Yudis lelap bersama seorang lelaki.
Gue kaget. Ada hantaman besar dalam hati dan pikiran ketika melihat pemandangan tersebut.
Semula gue ingin menarik lelaki yang sedang memeluk Yudis itu dan mengusirnya dari rumah. Tapi gue mengurungkan niat tersebut. Dengan isi kepala yang penuh tanda tanya, gue keluar dari rumah. Bukan mencari jawaban, tapi berusaha menyingkirkan kebenaran.
* * *
Ketika pulang ke rumah malamnya, gue enggak menunggu waktu lebih lama lagi untuk bertanya pada Yudis tentang kejadian tadi siang.
“Siapa cowok yang tidur di sini?” tanya gue, terus terang.
Yudis menatap gue dengan wajah bingung, atau dia hanya sedang berpura-pura bingung?
“Siapa dia?” tanya gue lagi, karena Yudis enggak kunjung menjawab.
“Teman,” jawab Yudis sambil membuang pandangannya ke arah lain.