PARADOKS

Robin Wijaya
Chapter #45

FRAGMEN 3 - BIMA. Chapter 14

Enggak seperti biasanya, Yudis langsung membuka pintu begitu mendengar gue pulang. Setelah gue melepas sepatu dan masuk, dengan wajah enggak sabar, dia langsung memberi tahu sebuah kabar.

“Bapak meninggal, Bim.” Kalimatnya terdengar begitu terus terang, tanpa basa-basi atau kalimat pembuka lebih dulu.

“Meninggal?” reaksi gue, spontan.

Yudis mengangguk. Dia menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Dan melanjutkan ceritanya.

“Tadi siang, ada perempuan datang ke salon tempat gue kerja. Nggak taunya, itu istrinya Om Ari. Om Ari yang nganterin. Terus kita ngobrol deh.”

“Om Ari yang cerita kalo Bapak meninggal?”

“Iya. Bapak meninggal dua bulan yang lalu. Katanya, setelah pisah sama Ibu, Bapak jadi sering sakit. Udah gitu nggak keurus sama istrinya yang baru. Om Ari bilang nyesel, kenapa Bapak mesti kawin sama istrinya yang sekarang itu. Dia juga bawa-bawa nama kita. Katanya, gara-gara istrinya itu kita ditinggalin gitu aja. Nggak ada yang ngurus.”

Sampai di titik ini, gue merasa omongan Om Ari tentang Bapak terasa seperti ganjil. Seperti ada maksud yang ingin disampaikan di balik cerita-ceritanya.

“Om Ari bilang gitu?” tanya gue.

“Iya.”

“Dari dulu ke mana aja?”

Yudis mengedikkan bahu. “Gue juga cuek aja tuh dengerin cerita dia. Istrinya Om Ari malah nambah-nambahin terus. Katanya, istri Bapak itu pagi nganter ke kuburan, sorenya udah haha-hihi ketawa-ketawa sama tetangga. Nggak ada duka-dukanya sama sekali.”

Gue geleng-geleng kepala. Kadang bingung harus mempercayai siapa. Omongan setiap orang bisa saja bermakna sebaliknya, kan?

“Dia ngungkit-ngungkit warisan, Bim,” tambah Yudis. Gue semakin tahu apa tujuan Om Ari sekarang.

“Kita disuruh ke rumah Bapak. Disuruh tanya uang warisan Nenek buat Bapak itu dikemanain? Dipakai untuk apa? Kita kan punya hak untuk uang tersebut.”

Gue hampir terbahak ketika mendengar kalimat tersebut. Yudis sendiri tersenyum sinis saat menceritakannya.

“Terus, elu jawab apa?”

“Gue pancing aja. Gue bilang bingung mau ke sana sama siapa? Dan Om Ari langsung berbaik hati mau nganterin.”

Lihat selengkapnya