Di sebuah kafe pusat kota, tepatnya di Kafe One Heart yang terkesan begitu klasik, aku bersama dua perempuan cantik sedang menikmati secangkir espresso dan beberapa cake nikmat lainnya. Aku mengatakan klasik, sebab dinding-dinding di bagian dalam, dicat dengan warna cokelat dan bermotif kayu dan pagar. Interior ini justru membangkitkan perasaan nostalgia akan suasana sebuah rumah panggung di desa. Di dinding-dinding tertentu, ada lukisan-lukisan pemandangan sawah, lengkap dengan para petani yang sedang mencangkul, tak lupa ada juga lukisan petani yang sedang menanam benih beserta pekerjaan-pekerjaan umum petani lainnya. Kemudian di bar, terdapat sebuah monitor untuk menyaksikan video klip musik yang saat itu juga diputar. Tentu, tema musik yang dimainkan juga bersifat klasik. Kadang, kita akan mendengarkan suara piano dan violin yang berpadu dengan nada sendu. Kadang pula, kita akan dibuat merayapi fantasi melewati waktu-waktu ratusan tahun lalu. Semua itu sangat sempurna.
Tak lupa, tempat tersebut cukup ramai oleh pengunjung. Tempatnya juga sangat luas dengan beberapa bagian. Ada indoor juga ada outdoor. Tergantung dari pelanggan yang sukanya tempat duduk di bagian mana. Aku beserta kedua gadis yang bersamaku lebih suka di dalam ruangan. Selain dari menjaga tubuh dari terpaan angin yang menggigilkan, juga untuk melakukan hal yang bisa dikatakan ilegal. Sebab, bukan sekadar menongkrong, kami bertujuan untuk meretas jaringan pemerintah dan menelusuri alamat rumahku di tahun 2050 ini.
Rizka mengeluarkan sebuah laptop berukuran mini elegan dari tas yang dibawanya. Laptop tersebut cukup membuatku terkagum. Selain dari bentuknya yang sangat tipis, case-nya juga dibuat transparan. Lebih anehnya lagi, meskipun transparan, mesin atau motherboard laptop benar-benar telah berevolusi sehingga bentuknya juga sudah diminimalisir sekecil mungkin. Laptop juga sudah tidak memerlukan tombol untuk dihidupkan, tetapi hanya dengan menatap kamera di bagian atas LCD, laptop pun menyala. Karena desainnya yang dibuat transparan, kelihatannya sangat estetik ketika LED pada keyboard laptop menyala. Tak cukup sampai di situ. Bahkan ketika menyala, benda tersebut begitu cepat menampilkan menu-menu dan aplikasi di dalamnya. Bahkan ketika Rizka membuka sebuah aplikasi yang tak kuketahui namanya, benda itu memprosesnya dengan sangat cepat. Hanya seper sekian detik saja. Mengaggumkan.
“Bagus laptopmu. Di tahun 2018 tidak setipis itu kurasa. Dan juga tidak transparan. Apalagi mesinnya kecil sekali,” komentarku sembari menatap benda canggih yang dimainkan Rizka, mengamati setiap lekuk desainnya yang aergonomis. Meskipun aku tidak tahu-menahu tentang teknologi seperti itu secara mendalam, setidaknya aku sering menonton ulasan-ulasan mengenai benda-benda elektronik di tahun asalku.
“Ini adalah model terbaru di tahun 2050. Semua komponen mesinnya sudah diminimalisir sehingga menjadi setipis ini. Kamu juga bisa menggunakan aplikasi apa pun dengan satu sistem operasi yang digabungkan menjadi satu,” jelas Rizka sambil mengetik dengan sangat cepat.
“Terus, apa yang akan kamu lakukan sekarang? Bagaimana caranya kamu meretas jaringan pemerintah, yang firewall-nya sangat susah untuk ditembus?” tanyaku.
Seolah-olah tidak menyangka aku menyebutkan kata firewall, Rizka menatapku dengan mata membulat. Setidaknya aku jadi tahu bahwa kedua gadis itu menganggapku sebagai laki-laki yang ketinggalan zaman dan tidak mengerti soal teknologi.
“Memang tidak banyak yang aku tahu. Setidaknya, aku tahu apa itu firewall. Soalnya, di tahun asalku, aku bekerja dengan benda semacam itu juga. Dan kami dibekali dengan ilmu komputer umum.” Aku harap penjelasanku barusan bisa membuatnya tidak memandangku rendah lagi.
“Oh, begitu. Mengejutkan sekali, ya. Oke.” Rizka kembali menatap layar laptop. “Cara pertama sebenarnya kita harus melakukan riset pada kelemahan jaringan pemerintah. Tapi, karena aku sudah sering melakukannya ketika belajar hacking, jadi riset kita sudah cukup. Aku sudah mengenal betul rangkaian jaringan pemerintah seperti apa. Bahkan ketika aku tergabung di sebuah komunitas terbesar khusus peretas, kami disarankan untuk mencoba meretas server-server yang dikatakan cukup kebal dari aktivitas hacking. Aku tahu orang yang memelihara server jaringan ini dan kelemahannya. Jadi, pertama-tama kita kirimkan sebuah link palsu yang tampak seperti situs porno ke akun sosial media si penjaga server. Ketika nanti link itu dibuka, malware akan bertebaran ke jaringan yang sedang terkoneksi sehingga mampu mengganggu aliran koneksi komputer induk.”
“Tapi, bagaimana kamu tahu kalau si penjaga server benar-benar membuka sosial media dari komputer yang sedang terkoneksi ke jaringan pemerintah?” tanyaku.