Sesuai rencana, aku dan kedua gadis cantik: Rizka dan Andini melakukan perjalanan menuju desa yang ditinggalkan di utara Kota Mataram. Dari Kota Mataram, kami berangkat menggunakan teknologi kereta melayang yang teramat mutakhir. Tentu saja, di tahun 2018, hal semacam itu belum ada. Kereta gantung adalah kendaraan publik yang digunakan untuk mengunjungi satu daerah ke daerah yang lain. Namun, karena masih agak jarang orang-orang berkunjung ke Desa Tebilin, kami terpaksa harus menunggu kereta yang sedang tidak memiliki jadwal mengantarkan penumpang. Ya, itu bisa dilakukan karena kebijakan pemerintah memang sudah dibuat seperti itu. Paling tidak, kata Andini, ada saja orang yang ingin berkunjung ke desa tersebut, bahkan untuk sekadar pergi berlibur karena tempatnya yang sangat cocok bagi orang-orang yang suka dengan traveling. Bahkan tak jarang orang-orang datang hanya untuk membuat konten sehingga mereka bisa mengunggahnya ke media sosial.
Andini mengaku, dia pernah beberapa kali melakukannya: pergi ke Desa Tebilin hanya untuk mengambil foto.
“Kalau gitu, aku boleh lihat fotomu yang pernah kamu ambil di Desa Tebilin itu?” tanyaku saat menunggu kereta di stasiun setelah naik ke lantai sepuluh menggunakan lift.
“Tidak boleh. Nanti kamu bisa berbuat macam-macam,” balas Andini yang kemudian terkekeh.
Bicara soal stasiun kereta gantung tersebut, tempatnya sangat mewah. Tak lebih seperti gedung-gedung pada umumnya. Bangunannya sendiri memiliki lima puluh lantai dan berisi masing-masing kereta gantung dengan tujuan berbeda-beda. Tak sedikit toko di bangunan besar tersebut. Bahkan bisa dikatakan bahwa bangunan tersebut pun bisa menjadi tempat wisata. Sebab, cukup banyak turis lokal maupun asing yang berkunjung meskipun niat mereka tidak untuk bepergian menggunakan kereta gantung.
Tentu, juga di tahun 2050 ini sistem pembayaran sudah berubah drastis. Mereka sudah tidak menggunakan uang cash sebagai pembayaran jasa angkutan apa pun. Setiap penduduk memiliki kartu pasca bayar yang akan ditagih setiap bulan. Akan dikalkulasi berdasarkan jumlah transaksi setiap bulan. Mungkin yang menjadi pertanyaan saat ini ialah: bagaimana aku bisa naik benda melayang itu tanpa memiliki kartu? Tentu saja, ini adalah hak istimewa kepada pemegang kartu yang diperbolehkan membayar untuk penumpang lain. Oleh karena itu, pembayaranku akan dibebankan kepada Andini.
Sesuatu yang tak kalah membuatku takjub ialah, sebagian besar kendaraan di tahun 2050 sudah menggunakan sistem fly in the air atau bisa juga disebut dengan hover transportation. Bagaimana? Sangat mutakhir, bukan? Tentu saja, sangat mutakhir karena ini adalah tahun 2050. Berbagai teknologi inovasi baru sudah berkembang pesat di tahun ini. Tujuan dari sistem hover transportation sebenarnya untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi di kota-kota besar. Terlebih lagi, semua kendaraan yang ada di tahun ini sudah tidak menggunakan bahan bakar minyak, melainkan menggunakan tenaga listrik yang sudah sangat mutakhir. Di tahun asalku saja, banyak yang sudah mengembangkan sistem teknologi tersebut. Sayangnya, para ilmuwan dan pengembang belum menemukan titik temu untuk mengatasi berbagai kekurangannya. Tahun 2050 sudah banyak yang menggunakan mobil terbang ataupun sepeda motor terbang. Meskipun kendaraan pada umumnya juga masih digunakan. Yakinlah, sebagaimana yang aku katakan, hanya teknologi dan beberapa sistem yang sudah berubah di masa ini. Menakjubkan seperti biasanya.
Sekitar 20 menit menumpangi kereta melayang, kami tiba di depan pintu masuk Desa Tebilin. Dari pintu masuk, kami harus berjalan sekitar satu kilometer untuk tiba di pemukiman penduduk, sebab yang membentang hanya ladang dan kebun seluas mata memandang. Tak jarang kami melihat para petani berlalu-lalang dengan membawa cangkul dan peralatan sawah lainnya. Sungguh-sungguh membangkitkan kenangan masa silam. Bahkan di tahun 2018 saja, bisa dikatakan bahwa sawah sudah hampir habis dibasmi oleh bangunan-bangunan pencakar langit. Sehingga itu, udara makin hari makin terasa kurang berkualitas dan bahkan tak jarang ada orang yang langsung mati akibat udara yang sudah terkontaminasi oleh zat-zat beracun beribu-ribu pabrik tak bertanggung jawab yang sama sekali tidak memikirkan nasib orang lain. Namun, seperti itulah kenyataannya sebab dunia terus berkembang. Dan semua orang menerimanya dengan hati terbuka seperti tak ada pilihan lain. Lagi pula, semua itu juga demi masa depan cerah yang ingin diraih manusia. Demi kesejahteraan dan ketenteraman.