Paradoks Waktu: Timeline

Marion D'rossi
Chapter #12

Membangkitkan Kekuatan [1]

“Rasakanlah energi alam yang sebenarnya. Setiap udara yang masuk ke dalam paru-parumu adalah energi dan sumber dari kekuatanmu. Energi itulah yang akan membawamu, menuntunmu menuju sebuah tempat yang dibanjiri cahaya, dan cahaya itu adalah wujud dari energi alam itu sendiri. Segala yang kamu rasakan itu bentuk dari energi. Bayangkan dan rasakan semua energi menyelimuti, menyelimuti seluruh tubuhmu. Masuk melalui pori-pori kulitmu, hingga kamu bisa menyatu dengan mereka. Bayangkan mereka membentuk partikel-partikel kecil, bayangkan mereka adalah cahaya yang bersinar terang dan memenuhi setiap bagian tubuhmu.”

Aku melakukan semua seperti yang diinstruksikan Wijaya sembari duduk di atas sebuah batu besar, berusaha menyatu dengan energi alam. Tubuhku merasa bergetar hebat manakala aku telah memasuki relaksasi dan tingkat fokus yang sangat dalam. Batu yang kududuki saat itu juga berguncang-guncang. Dan angin kerap kali merasa menghantam tubuhku. Napasku merasa kian berat. Makin lama makin berat, hingga aku menemukan diriku di sebuah ruang kegelapan yang tiada ujung. Begitu pekat seolah-olah berada di liang lahat. Namun, aku tentu bisa merasakan setiap gerakan tubuhku. Tak ada cahaya, tak ada energi. Aku merasa lemah dan bahkan cukup kesulitan bernapas.

Mengangkat kedua tangan, aku meraba-raba di kegelapan tersebut. Tak ada apa pun. Meskipun sebenarnya aku khawatir akan menabrak sesuatu. Sesungguhnya, tak ada apa pun karena aku sudah berjalan cukup lama menyusuri kegelapan tersebut. Bahkan kakiku tak merasa menapak di tanah. Rasanya seperti melayang-layang dengan keseimbangan yang sempurna.

Di mana aku?

“Andi!”

Sebuah suara sayup-sayup terdengar.

“Andi!”

Makin dekat suara itu; makin jelas. Sementara aku sibuk meraba pandangan ke mana-mana, seberkas cahaya terlihat datang dari kejauhan. Makin dekat, makin besar. Aku sadar cahaya itulah yang harus aku raih untuk membangkitkan kekuatanku. Aku melangkah cepat, tetapi rasanya cahaya itu makin jauh. Cahaya putih yang seolah-olah menjadi harapan terbesarku. Aku rasa aku harus mengejarnya lebih cepat lagi. Begitu sayang karena aku nyaris tidak melihatnya lagi.

Tidak. Jangan menjauh. Aku akan menggapaimu. Tunggulah aku!

Lihat selengkapnya