Paradoks Waktu: Timeline

Marion D'rossi
Chapter #15

Membangkitkan Kekuatan [4]

10 Januari 2050

The Bigger Mart adalah sebuah bangunan pencakar langit. Di dalamnya terdapat berbagai toko yang tentu saja menjual segala kebutuhan manusia. Mulai dari fashion, bahan makanan, alat elektronik, alat-alat olahraga, dan masih banyak lagi. Bangunan itu sendiri memiliki puluhan lantai. Para pengunjung bisa naik ke lantai atas, atau turun ke lantai bawah dengan menggunakan lift. Sungguh banyak tempat hiburan sehingga tak jarang kulihat ada anak-anak kecil yang bermain di pusat permainan. Aku tak pernah mengalami kegembiraan seperti mereka saat aku masih kecil. Paling tidak, aku sadar bahwa tempat seperti ini bukanlah tempatku. Tak cocok untuk orang sepertiku karena aku lebih cocok mengunjungi tempat-tempat wisata alam sebagai hiburan dan aku lebih suka merenungi nasibku sendiri serta perjalanan hidup yang telah aku tempuh selama ini.

Sesuai dengan apa yang pernah dijelaskan, tidak banyak perubahan yang tampak jelas antara tahun 2018 dan tahun 2050. Ada beberapa perubahan yang tentunya terlihat sangat jelas pada tahun 2050, di antaranya: uang yang telah diredenominasi (penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil), bangunan-bangunan pencakar langit bertambah banyak, teknologi jauh lebih mutakhir, sistem dalam dunia kerja, fashion yang harus digunakan dalam dunia kerja seperti yang aku lihat di awal kemunculanku di tahun ini, serta bahan pangan dan kebutuhan pokok yang harganya tinggi. Tunggu, bukankah perubahan seperti itu sangat banyak? Bagiku tidak, sebab tak sesuai dengan apa yang aku pikirkan. Paling tidak, mendekati.

Hari ini merupakan hari kesepuluh aku berada di sini. Aku sudah ada janji dengan Andini untuk berkunjung ke The Bigger Mart yang terletak di pusat kota untuk membeli beberapa pakaian. Tentunya uang yang ada di dompetku tidak akan berguna. Oleh sebab itu, Andini yang akan membelikannya untukku. Yah, begitulah katanya dengan nada suara yang sedikit memaksaku untuk menerima tawarannya itu. Atau bisa saja kusebut itu bukan tawaran, tetapi pemaksaan karena, toh, aku tidak punya pilihan untuk menolak. Sungguh-sungguh gadis yang baik hati.

“Sepertinya ini bagus buat kamu, Ndi.” Andini menunjukkan sebuah sweter merah marun padaku. Diambilnya dari gantungan, lalu mencocokkannya dengan ukuran tubuhku.

“Bagus, sih, menurutku.”

“Oke. Kalau begitu kita ambil ini aja.” Andini memberikan sweter pada robot penjaga toko untuk diberikan nomor sebagai penanda baju jika nanti mencarinya di meja kasir. “Sekarang celana.”

Ini juga merupakan perubahan yang sangat jelas. Orang-orang lebih dominan bekerja di kantor-kantor. Sementara untuk pekerjaan yang tugasnya hanya menunggu toko, mereka memperkerjakan robot yang tentunya telah diprogram khusus untuk melakukan pekerjaan tersebut. Apalagi saat pertama kali datang ke tahun ini, aku melihat pekerjaan security pun sudah diambil alih oleh robot. Benar-benar sistem yang berubah drastis. Aku jadi penasaran, ke mana orang-orang miskin bekerja? Apakah tidak ada orang-orang dari kalangan ekonomi kelas bawah bekerja sebagai penjaga toko, tukang cuci pakaian, atau pekerjaan-pekerjaan seperti itu lainnya?

“Jangan banyak-banyak, An. Aku tidak enak merepotkan—“

“Ssst.” Andini meletakkan jari telunjuk di depan bibir manisnya. “Jangan bicara begitu. Aku ikhlas membantu kamu dari awal.”

Tidak dapat kubantah. Mau tidak mau harus menerima kebaikan hatinya. Aku menanggapi hanya dengan lenguhan panjang. Mau menolak lagi pun tidak akan dia dengar.

“Kamu suka yang mana, Ndi? Ini atau ini?” Andini memberikan dua pilihan celana jin. Yang satunya lancip atau biasa disebut dengan skinny jeans, tampak sangat modis. Satunya lagi model wide leg yang agak lebar dan besar.

“Hmm. Aku pilih yang ini, deh.” Aku menunjuk jin lancip karena lebih suka dan nyaman saat digunakan.

“Oke. Oh, ya. Kamu pilih kemeja dulu, deh. Aku mau pilih baju juga di sana.”

“Iya.” Aku segera berjalan ke bagian kemeja. Sementara Andini ke bagian pakaian wanita. Sepertinya dia juga ingin membeli beberapa baju agar terlihat jauh lebih cantik dan imut. Kurasa aku menantikan momen ketika dia mencoba pakaian yang akan dia beli. Senang sekali rasanya menjadi orang pertama yang menentukan pakaian mana yang cocok untuknya. Rasanya, ini seperti aku telah menjadi kekasihnya. Tentu saja, mungkin hanya aku yang berpikir begitu.

Sejak kedatanganku di The Bigger Mart, aku sudah menjadi pusat perhatian pengunjung-pengunjung lain. Tentu saja, penampilan jadulku inilah penyebabnya. Faktanya, semenjak kedatanganku di tahun ini, aku belum pernah mengganti kaus dan celana jin yang kulipat karena kepanjangan ini. Rasanya sangat aneh, berbeda dengan yang lain. Rambutku juga gondrong. Acak-acakan pula. Padahal di tahun 2018, gaya berpakaian sepertiku sedang menjadi tren dan itu baik-baik saja di pandangan semua orang. Masih terhitung sopan dan wajar. Memang, kita tidak bisa menyamakannya dengan masa depan ini karena bagaimanapun juga, kemajuan zaman juga perlahan-lahan mengubah pola pikir orang-orang. Sama saja seperti kita dibelikan benda-benda jadul, kita tidak mau menggunakannya. Walaupun tak sedikit orang yang mengoleksi benda-benda jadul seperti itu hanya untuk menjadi pajangan belaka dan bukti bahwa benda aneh di masa lalu memang pernah ada.

Lihat selengkapnya