Paradoks Waktu: Timeline

Marion D'rossi
Chapter #27

Kenyataan Pahit [3]

“Yah, akhirnya ada yang mengerti apa yang aku rasakan. Aku sangat senang mengetahui hal itu. Kau sekarang temanku karena kau sudah bisa memahami perasaanku,” lirih Jaya sementara ia masih terbaring di dekat pohon sebelah barat. “Bayangkan, aku memendam semua perasaan itu selama bertahun-tahun. Semua orang menceramahiku. Mereka memberikan simpati palsu. Padahal, mereka tidak pernah merasakan sakit yang selama ini aku emban. Adakah mereka pernah mengerti bagaimana rasanya tersiksa dalam kehidupan tanpa ditemani seseorang? Aku menjadi sebatang kara karena sejak lama ibuku meninggal dunia sebelum ayahku.

“Kautahu? Hanya ayahku yang selalu ada di saat aku terlalu letih memikirkan nasib ibuku yang telah membusuk di dalam tanah. Siapa yang akan kausalahkan sekarang? Bukankah begitu buruk dan menyedihkan memiliki kemampuan yang orang lain tidak miliki? Selamanya kau akan menderita oleh kemampuan itu. Apa kaupikir aku senang memiliki kemampuan itu? Jangan salah, aku sama sekali tidak pernah mengharapkannya.”

“Seharusnya kamu memutus rantai dendam itu. Jika tidak—“

“Jadi, apa kaubisa melakukannya? Bisakah kau tidak dendam padaku setelah aku membunuh gadis yang kaucintai? Bahkan, akulah yang telah membunuh ayahmu. Sekarang, kautahu siapa dalang dari kesengsaraan hidupmu. Ya, akulah orangnya. Aku juga memengaruhi teman-teman sebayamu sejak kecil. Aku berkata pada mereka kalau kau sebenarnya dilahirkan oleh iblis. Dan mereka percaya begitu mudah sehingga menjauhimu dan mengolok-olokmu dengan sebutan ‘anak iblis’. Sungguh menyedihkan, bukan? Takdir yang telah alam siapkan untuk kita berdua, betapa ironis sampai-sampai aku tak bisa menahan tawaku sendiri.”

Kulepaskan tubuh Andini, lalu berjalan mendekati Jaya. Apa yang dia lakukan terhadap hidupku sudah benar-benar melewati batas kejahatan yang bisa ditoleransi. Jika benar yang dia katakan tentang membuat hidupku menjadi sengsara sampai-sampai tak memiliki teman satu pun, maka dialah iblis yang sebenarnya. Tak peduli seberapa menderita ia, tetapi cara yang ia lakukan untuk memenuhi hasrat dendamnya sudah berada di luar batas. Entahlah apa aku cocok mengatakan kalimat-kalimat yang seolah mengandung penilaian itu terhadapnya. Sebab, betapa sadar diriku kalau aku memang sudah diracuni oleh dendam sepertinya.

“Bangsat!” Kuinjak perut Jaya beberapa kali hingga dia memekik kesakitan. Tak ada jerit permohonan maaf darinya. Kurasa, dia sadar karena meminta maaf tidak akan mengubah apa pun sebab dia sudah melakukan begitu banyak kejahatan, khususnya pada diriku.

Dia terbatuk-batuk dan kembali memuntahkan darah. “Aku tidak akan menyalahkan perasaan dendammu. Sebagai seseorang yang lebih dulu ditanami dendam, aku sudah cukup paham dengan apa yang kaurasakan. Sakit dan perasaan tersiksa itu tidak tertahankan sehingga kau akan mengorbankan apa pun untuk bisa melampiaskannya pada seseorang. Di saat itu jugalah pikiranmu akan dipenuhi oleh keinginan-keinginan membunuh. Kau akan haus darah untuk selama-lamanya. Bahkan ketika kau nyaris mati, gagasan itu tak akan berubah sedikit pun. Selamat datang di neraka yang penuh dendam, Andi.”

“Kamu sudah membunuh ayahku. Lalu, kenapa kamu harus membunuh gadis yang kucintai? Apa tidak ada cara lain untuk bisa memuaskan acara pembalasan dendammu itu? Apa tidak ada cara lain yang lebih baik? Atau sesuatu yang bisa membuatmu merasa jauh lebih baik dan berguna bagi orang lain? Tapi, kenapa?”

“Agar kaumengerti bagaimana rasanya merindukan seseorang yang sangat berarti. Saat itu juga, kau akan mengerti bahwa waktu itu sangat berharga. Kaunikmati waktumu atau waktu itu pergi dan tak akan datang kembali.”

“Tetapi ... ayahku tidak membunuh ayahmu. Ayahmu mati karena menolak kekuatan ini. Dia mati dengan kemauannya sendiri. Apa kamu tidak pernah tahu hal itu? Aku yakin ayahku sudah memberitahumu.”

“Aku tahu. Aku sudah tahu semuanya.” Jaya tersengal-sengal. Napasnya terdengar makin berat. Mungkin dia sudah mencapai batas kemampuan dalam menahan nyawanya yang sebentar lagi akan sirna dari tubuhnya.

Lihat selengkapnya