Paradoks Waktu: Timeline

Marion D'rossi
Chapter #29

Time Leap [2]

Secara tidak sadar, ternyata kewaspadaanku terhadap lelaki bertopi mengendur. Dan hal tersebut membuatnya mampu menggunakan teleportasi tanpa pengawasanku, lalu menerjangku hingga terempas di dinding kedai. Aku menjerit kesakitan sembari menggeliat menahan rasa sakit yang datang menyerbu. Rasanya tulang punggungku nyaris saja patah.

“Bodoh! Tua Bangka! Kau seharusnya sudah mati dari tadi!” Dengan kejam Jaya menancapkan golok di perut wanita itu beberapa kali hingga tidak mampu memekik kesakitan. Bahkan tak hanya itu. Jaya juga merobek perut wanita itu, mengeluarkan isi dalamnya dan darah membanjir di sekitar. “HAHAHAHA! Mati juga kau, Tua Bangka! Memang sudah sepantasnya kaupergi ke neraka. Tangisanmu membuatku muak saja!” Jaya bermandikan darah. Wajahnya dipenuhi cairan kental itu. Dia memelototi korbannya.

Sementara Jaya larut dalam kegilaannya, aku berusaha mencari Andini di sekitar kedai, di ruangan yang lain. Aku menaiki tangga menuju lantai dua dengan terburu-buru. Kurasa, Jaya tidak akan mengejarku. Namun, aku tetap harus berwaspada dan sebisa mungkin harus menemukan Andini dengan cepat. Jika tidak, gerbang waktu akan tertutup dan akan memakan waktu lagi untuk dapat membukanya. Meskipun kekuatanku memungkinkan gerbang waktu bisa dibuka dengan lebih cepat, tetapi aku tak pernah mencobanya. Wijaya pernah mengatakan bahwa ada satu kekurangan dalam kekuatan yang Jaya miliki, sementara kekuatanku jauh lebih sempurna dari milik lelaki itu.

Gerbang waktu yang kumaksud ialah sebuah portal untuk menuju tahun-tahun tertentu. Tentu saja, aku bisa memunculkan portal-portal waktu tersebut dengan beberapa teknik yang telah Wijaya ajarkan padaku. Akan tetapi, tak semudah membalikkan telapak tangan. Nyatanya, itu menguras tenaga dan memakan cukup banyak waktu. Terlebih lagi, seorang pengguna kekuatan lainnya juga bisa menutup gerbang waktu yang dibuka orang lain tanpa bisa dibuka kembali dengan cepat. Dalam arti, pengguna kekuatan lain bisa merusak portal waktu hingga tak bisa dipakai lagi. Hanya saja, menurut Wijaya, itu jarang terjadi karena untuk merusak portal waktu, dibutuhkan energi yang sangat besar dari alam.

“Andini,” panggilku dengan setengah berbisik. Sebisa mungkin, aku hanya berusaha untuk tidak memancing perhatian lelaki bertopi. Sebab, dia sedang senang karena telah membunuh kedua orang tua Andini. Mungkin karena begitu gembira, dia sampai melupakan keberadaanku dan tujuannya datang ke tahun ini.

Aku membuka pintu sebuah ruangan dan menemukan Andini sedang bersembunyi di bawah ranjang berukuran kecil. Raut wajahnya menandakan saat ini ia sedang ketakutan setengah mati. Matanya membelalak, tubuhnya bergetar sesekali, serta kedua lengannya memeluk boneka barbie miliknya.

“Andini.”

Andini kecil tak merespons, justru ia menatapku dengan cemas. Sepertinya ia mengira kalau aku akan menyakitinya. Wajar saja, sebab dia baru saja melihat kedua orang tuanya disakiti dengan kejam oleh seseorang yang tidak dia kenal sama sekali.

“Aku tidak akan menyakitimu, An. Aku justru datang untuk menyelamatkanmu. Ayo, kita pergi dari sini!” Kuulurkan tangan untuknya sambil tersenyum penuh harap.

Lihat selengkapnya