Paradox

Thaliba Faliq
Chapter #8

Satu Jiwa di Raga Berbeda

“Aduh.” Aku mengeluh pelan memegang dahiku yang mendadak sakit sekilas. Aku menghentikan pekerjaanku sejenak, mengusir perasaan tidak enak.

Pukul 12:10, waktu istirahat sudah dimulai 10 menit yang lalu. Aku masih enggan beranjak dari mejaku, menganalisis laporan yang diberikan Kanna pagi tadi. Kudengar pintu otomatis ruangan bergeser dibuka seseorang, memaksaku memasang posisi berdiri memberi sambutan. Hanya ada dua orang yang memiliki akses retina ke ruangan ini. Aku dan tentu saja Kepala Instansi. Tuan Nolan.

“Rhea, sudah kuduga kau masih di sini. Kebiasaanmu tenggelam dalam problem solving selalu mengesankanku.” Tentu saja Tuan Nolan sudah tahu laporan Kanna. Sesuai prosedur, laporan penelitian selau terupdate real-time pada aplikasi khusus milik Tuan Nolan. Aku hanya terkekeh pelan mendengar komentar itu.

Dia berjalan berkeliling mengagumi desain interior ruanganku. Dia memasukkan tangan kanannya ke saku celana. Adik ipar pemimpin tertinggi Rigel itu berhenti di depan jendela kaca besar yang mengarah ke jalanan. Ah, kalian tidak perlu khawatir masalah nepotisme, Tuan Nolan menjadi Kepala Instansi sebelum menjadi adik ipar dari pemimpin tertinggi negara Rigel, kemampuannya tak bisa diragukan lagi. Meskipun supel dan santai pada staff-nya, aku tahu Tuan Nolan tak akan mengunjungi ruanganku hanya untuk basa-basi.

“Jadi, bagaimana dengan tawaranku minggu lalu? Kau sudah memutuskan?” Tuan Nolan langsung ke pokok pembicaraan. Tawarannya adalah menjadikanku Group Leader – GL penelitian di instansi ini. Menggantikan GL saat ini yang dua bulan lagi akan pensiun.

Posisiku sekarang adalah Leader, sama seperti Kanna. Dua tahun lalu saat kali pertama direkrut, aku langsung ditempatkan di posisi ini berkat proposal penelitianku yang menarik hati Tuan Nolan. Dia berani mengambil keputusan itu setelah berdikusi dengan GL serta melihat track recordku yang aktif sebagai konsultan. Aku bahkan sempat disewa untuk memimpin sendiri penelitian di beberapa perusahaan teknologi swasta. Beda dengan Kanna yang lebih dulu masuk dua tahun sebelumku, dia harus sangat tekun bekerja untuk mencapai posisi Leader. Dan sekarang, belum lagi aku selesai dengan penelitian yang aku pimpin, tawaran ini muncul begitu saja.

“Eh? Aku masih berpikir anda akan menemukan yang lebih baik dariku, Tuan Nolan.” Jawabku sengaja bertingkah bodoh. Ayolah, aku masih senang berkutat dengan penelitianku sendiri. Akan sangat merepotkan jika harus memikirkan seluruh penelitian di instansi ini sebagai GL. Lagipula masih banyak Leader senior yang akan dengan senang hati menerima tawaran Tuan Nolan, aku yakin dia pun tahu. Sialnya, karena itu aku jadi paham Tuan Nolan pasti belum menawari siapapun selain diriku.

“Tidak ada yang lebih baik darimu, Rhea. Menyelesaikan penelitian masif dalam waktu dua tahun saja sudah menjadi buktinya. Bahkan Leader senior di sini butuh paling tidak empat tahun. Belum lagi track recordmu sebelum bekerja di sini. Astaga namamu bahkan lebih dikenal oleh perusahaan swasta daripada instansi ini sendiri. Kau punya kemampuan. Apa lagi yang kau ragukan?” Tuan Nolan untuk kesekian kalinya merajuk tak memahami.

“Aku hanya berpikir aku belum cocok, dan satu koreksi Tuan Nolan. Aku belum menyelesaikan penelitian ini. Anda tahu sendiri masih ada yang tidak memenuhi standar Kanna pagi ini.” Aku memberi alasan, ada gunanya juga kabar buruk Kanna pagi tadi, bisa kujadikan bahan.

“Bukan, bukan itu Rhea. Aku tahu kau masih suka bergelut dengan penelitianmu sendiri.” Aku tersentak. Bagaimana dia tahu? Tuan Nolan terkekeh seperti bisa membaca pertanyaan dari ekspresiku, dia melanjutkan.

“Tentu aku tahu. Kau terlalu sering menunjukkan pola yang sama jika itu menyangkut penelitian besarmu. Kau akan all out saat mengerjakannya.” Belum sempat aku protes Tuan Nolan melanjutkan lagi.

“Tidak. Tentu saja aku tidak menilai hanya dari pekerjaanmu di sini. Catatanmu terdokumentasi rapi di cloud umum milik perusahaan yang pernah memperkerjakanmu. Aku bisa mengaksesnya dengan mudah. Aku telah membaca semua yang kau kerjakan, juga caramu memberi konsultasi dan memimpin penelitian. Semua perusahaan selalu puas dan merekomendasikanmu untuk koleganya. Sayang sekali kau keburu direkrut di sini sehingga tidak ada lagi perusahaan bisa seenaknya memperkerjakanmu.” Tuan Nolan mengakhiri alibinya dengan senyum kemenangan. Aku kehabisan kata-kata, tapi ada satu yang dilewatkannya, namun belum sempat aku membuka mulut, Tuan Nolan memotongku lagi.

“Ah, tentang bug yang dilaporkan Kanna. Aku yakin kau dan timmu bisa menyelesaikannya kurang dari seminggu. Ayolah, aku memaksa.” Habis sudah. Itu bukan opini. Itu perintah. Aku dan timku diberi waktu seminggu lagi untuk menyelesaikan penelitian ini.

Lihat selengkapnya