Paradox

Thaliba Faliq
Chapter #11

Bertemu

16:40. Aku sampai di apartemen 5 menit lalu, sudah selesai mencuci muka sekedar menyegarkan diri setelah seharian jenuh di kantor. Lokasi pertemuanku dengan Theo berjarak 10 menit menggunakan taksi kapsul. Aku memakai celana hitam tiga perempat andalanku, menyambar hoodie berwarna tosca di gantungan kemudian menguncir cepol rambut sembarangan.

16:45. Aku berjalan ke arah pintu keluar, memakai sepatu kets dan bergegas menuju pemberhentian taksi. 20 menit kemudian aku sampai di kedai kopi favorit kami. Terlambat 5 menit, aku sedang sial karena antrean taksi kapsul yang mengular tadi. Ketika aku masuk terdengar bunyi lonceng di pintu kedai, aroma kopi yang harum segera berebut masuk ke indera penciumanku. Pemilik kedai yang sudah hafal pelanggan setianya ini menyambutku riang, hanya kujawab anggukan. Aku bahkan tidak sempat menoleh ke bilik kerjanya yang tepat berada di samping pintu masuk. Aku sedang tidak ingin beramah tamah dengannya, dia paham dan membiarkanku, kembali dengan pekerjaannya menghaluskan kopi yang sempat terhenti karena kedatanganku.

Aku mengedarkan pandangan mencari sosok yang sangat kukenali. Tidak ada. Sekali lagi aku menyisir ruangan yang tidak terlalu besar itu. Di bangku depan, tidak ada. Bangku jendela, tidak ada. Bangku pojok favorit kami, tetap tidak ada. Kurasakan ngilu mulai merambati dadaku. Apakah dia terlalu lama menunggu sampai bosan lalu pergi?

‘Wajahmu pucat sekali nona.’

Aku tersentak mendengar suara itu, suara yang bukan berasal dari arah manapun. Bukan dari depan, dari samping, apalagi belakang, melainkan dari dalam kepalaku sendiri. Telepati Theo. Dadaku melonjak senang, senyumku terkembang, pertama sejak terakhir kali bertemu akhirnya Theo menggunakan lagi kemampuan istimewa kami. Aku menoleh ke sana-sini mencari dimana gerangan kembaranku ini. Pemilik kedai yang melihat aneh gerak-gerikku menawarkan bantuan. “Ada yang bisa kubantu?” Aku menggeleng cepat, ingin menemukan manusia usil itu sendiri. Ketika aku berbalik badan sudah hampir keluar kedai, suara Theo kembali memenuhi kepalaku.

‘Hei, mau kemana kau?’

Eh? Berarti dia sudah berada di kedai ini? Aku kembali berbalik cepat, hati-hati menyisir ruangan berharap kali ini aku menemukannya. Sekali lagi aku yakin tidak menemukannya di meja pelanggan. Perlahan aku menoleh ke bilik kerja, satu-satunya tempat yang sedari tadi tak kulirik sedikitpun. Dan di sanalah dia, tersenyum usil, menopang dagunya di sela-sela toples kopi. Pemilik kedai berdiri di sampingnya dengan wajah menyeringai lebar, membuatku terpekik.

“Kalian?!”

***

Aku dan Theo duduk di bangku pojok favorit kami. Pemilik kedai sudah menghidangkan dua cappucino dingin dengan bonus es krim diatasnya, perayaan kepulangan Theo katanya. Aku tidak menyangka Theo akan meminta bantuan pemilik kedai untuk mengerjaiku. Cara bertemu yang menyebalkan.

Lihat selengkapnya