Paradox

Thaliba Faliq
Chapter #18

Paria

Kami masih dalam perjalanan mendaki pegunungan melewati hutan dengan pepohonan yang cukup rapat. Aku melihat waktu di layar hologram anting kiriku. Sabtu, 10 Mei 2206, pukul 02:00 dini hari. Kira-kira satu jam lagi kami akan sampai.

Setelah diskusi dengan Tuan Damian kami memutuskan berangkat pukul 00:00 tadi. Dia meyakinkan kami itu lebih baik daripada langsung berangkat dalam keadaan lelah. Dia memaksa kami untuk istirahat sejenak, bersikeras demi keamanan dan daya tahan tubuh kami daripada terburu-buru dengan kondisi tubuh tidak optimal. Kami menurut karena memang tidak punya alasan untuk terburu-buru, terlanjur berucap kalau target kami sampai sebelum fajar. Kami tidak bisa membiarkan Tuan Damian menganggap tugas kami sebagai pustakawan terlalu tidak logis.

“Periksa kembali sepatu boot kalian anak-anak, kita akan melewati padang bunga monkshood sebentar lagi.” Tuan Damian memimpin kami bertiga di depan. Penerangan dari empat drone kecil yang mengelilingi kami cukup membantu melewati belukar.

“Akhirnya kita bisa melihat langsung bunga itu.” William berseru antusias.

“Apa yang bisa dinikmati di kegelapan malam macam ini?” Richard menimpali sinis, sibuk mengusir nyamuk-nyamuk. Satu-dua kali dia menepuk jika ada yang hinggap di tubuhnya. Aneh sekali karena hanya dia yang sedari tadi setia dikelilingi serangga itu. Semprotan anti serangga seperti menguap dari tubuhnya atau apalah alasannya kami juga tak paham. William tak terlalu peduli dengan komentar Richard itu.

Tak butuh waktu lama, kami sudah bisa melihat hamparan bunga monkshood dari penerangan drone yang berada paling depan. Penerangan drone yang mengelilingi kami juga berfungsi sebagai pencegah hewan liar mendekat, drone ini juga dilengkapi peringatan dini jika memasuki daerah bahaya. Tapi Tuan Damian lagi-lagi berhasil meyakinkan kami kalau dia sudah hafal betul jalan teraman menuju pemukiman Paria. Tidak mengherankan, karena memang dialah yang paling sering bolak-balik kesana.

Aku memperbaiki posisi ransel perbekalanku. Tidak terasa berat memang, ransel ini dilengkapi teknologi yang mampu mengurangi berat sebenarnya jika sudah digunakan pemakainya. Hanya saja, ransel yang dimiliki pos perbatasan adalah model lama sehingga belum dilengkapi fitur penyesuaian tubuh pengunanya, jadilah kami beberapa kali harus memperbaiki posisinya. William yang berada tepat di belakangku mempercepat langkah untuk lebih dekat dengan padang. Richard tidak terlalu peduli karena masih sibuk menyemprotkan cairan anti serangga ke tubuhnya yang entah sudah keberapa kalinya.

Lihat selengkapnya