Ketiga pria itu duduk dua meter di depan kami setelah membalas salam. Dua dari ketiga petinggi suku ini memeliki tanda tambahan di wajah mereka. Pria di tengah yang langsung bisa kutebak sebagai sang sarki memiliki tambahan dua bulatan merah di bawah kedua matanya. Pria tua di samping kirinya memiliki dua garis melintang di kedua pipinya, pria tua itu juga punya bekas sayatan di mata kirinya, dia menatap kami hanya dengan mata kanannya. Pria di kanan umurnya mungkin tak jauh beda dengan sarki, hanya dia yang memiliki tanda wajah sama seperti warga lainnnya, dua bulatan di pelipis. Uniknya, dia malah lebih mencolok dengan warna mata berbeda yang dimilikinya. Mata kanannya hitam seperti dua pria lainnya, sedangkan mata kirinya berwarna biru cerah, bahkan birunya lebih cerah dari mata William. Heterochromia. Baru pertama kali aku melihat langsung manusia dengan kelainan mata ini.
“Selamat datang di Paria, namaku Akintunde.” Sang sarki membuka sambutan. Dia menggerakkan telapaknya ke kanan memperkenalkan pria tua di sampingnya. “Ini kawuna-ku, Akinleye.” Telapaknya kini berpindah ke kiri. “Dan ini dan-uwa, Akinwole.” Kedua pria itu mengangguk kepada kami setelah diperkenalkan. Kami bertiga balas mengangguk, mencatat ke otak nama-nama tiga orang paling penting di suku ini. Dengan kata dasar ‘Akin’ itu kami jadi lebih mudah mengingatnya.
“Oh maaf, ini pertama kalinya kalian kesini. Kawuna artinya paman dalam bahasa universal kita, dan kata dan-uwa artinya kakak lelaki.” Sarki menjelasakan tanpa diminta setelah melirik wajah William yang tampak berpikir keras. Tepat sasaran, karena akupun juga memikirkan arti kata itu, mengingat-ingat apakah ada penjelasan Tuan Damian yang kulewatkan. Richard pun tak beda jauh dengan kami. Aku bisa merasakan Tuan Damian tersenyum tertahan disampingku. Setelah berkenalan kami berbincang santai sebagai permulaan.
“Kau sepertinya sangat senang menatap kakakku.” Lagi-lagi sang sarki memergoki tingkah William.
“Eh, maaf.” William kaget dengan teguran mendadak itu. “Ini pertama kalinya aku melihat mata dengan warna biru lebih cerah dari mataku.” Akintunde dan Akinleye terkekeh mendengar William. Akinwole yang sedang jadi topik pembicaraan sama sekali tak terlihat tergangu.
“Ya, dari lahir mata anak ini daban – berbeda. Indah bukan?” Akinleye mulai menceritakan singkat memori masalalu saat Akinwole lahir. Hari dimana pertama kalinya suku ini mendapatkan bayi dengan warna mata berbeda. Akintunde tampak senang dengan cerita itu, Akinwole masih tetap dalam posisi tak terganggu. Setelah pembuka singkat yang disisipi cerita masa lalu itu berakhir, Akintunde akhirnya mengarahkan pembicaraan ke topik utama.