“Kau akan menjadi Group Leader baru? Astaga kau bahkan tak pernah menceritakan tawaran itu padaku.” Aku memutar bola mata mendengar Kanna merajuk.
Kami tengah duduk manis di sebuah kapsul pribadi menuju markas rahasia divisi Missing Link. Kapsul itu melesat melewati taman kota yang masih menyisakan bekas tumbukan dengan helikopter tadi. 10 menit yang lalu kapsul pribadi ini menjemput kami tepat di depan lobi kantor. Madam Starla sendiri yang menghubungiku tadi. Entah bagaimana cara Tuan Nolan membujuknya, tidak penting, yang jelas Madam Starla mengerti situasi kami.
“Itu karena aku tidak berniat menerimanya.” Aku menjawab tak peduli, aku juga memotong sebelum dia melanjutkan ocehannya. “Ayolah, Kanna. Bisakah kita tak membicarakannya? Aku benar-benar tak ingin membahasnya. Bahkan aku menerima tawaran itu hanya karena terhimpit situasi ini.” Kanna menggerutu sediri, namun patuh tak membicarakannya lagi. Itu memang tak penting sekarang, bahkan kami masih harus berdoa agar bisa kembali dengan selamat.
Minggu, 11 Mei 2206. Pukul 00:35. Kami berdua sampai di sebuah gedung berasitektur cangkang keong. Kami berdua tahu benar gedung apa ini, aku dan Kanna tak akan asing dengan apa yang ada di dalamnya. Perpustakaan cabang milik organisasi perserikatan negara. Gedung ini memiliki wilayah yang luas. Dari satelit penginderaan jauh kau bisa melihat halaman belakang yang luasnya seperti landasan bandara. Tempat itu sering digunakan untuk berbagai acara, kami bahkan baru saja pulang dari sana beberapa jam yang lalu. Ya, halaman belakang itu adalah tempat dimana bazar buku tadi diadakan. Tenda portable besar memanjang dan tumpukan buku sudah dibereskan tak menyisakan apapun. Beberapa menit lagi kami juga akan tahu kalau ternyata ada ruangan bawah tanah dengan garasi jet hypersonic di dalamnya. Ruangan bawah tanah yang bahkan lebih luas areanya jika dibandingkan dengan wilayah permukaan perpustakaan.
Kapsul yang membawa kami tidak menurunkan kami di lobi, melainkan memutar ke arah halaman belakang tadi. Saat itu aku dan Kanna masih bingung karena kami berhenti di sisi hamparan luas yang tak memiliki apa-apa. Pintu kapsul masih belum terbuka, kapsul masih melayang diam, itu berarti kami belum sampai tujuan. Lima detik kemudian, permukaan halaman belakang dibawah kami terbuka. Menciptakan lubang besar yang menarik kapsul kami ke bawah. Aku dan Kanna terperanjat merasakan hentakan mendadak itu. Kami mengerjap setelah merasakan kapsul berhenti jatuh dan terdengar pintu kapsul yang terbuka otomatis. Kami berjalan keluar, dengan takjub melihat jajaran pesawat dengan bentuk yang tak pernah kami lihat sebelumnya. Madam Starla dengan pakaian khas yang biasa dia kenakan tiap terlihat di televisi - kemeja dan rok setelan senada dengan scarf kecil terikat simpul di leher - telah berdiri menanti. Selangkah di belakangnya seorang pria botak berkulit legam dan bermata tajam berdiri, entah kenapa seperti enggan menatap kami berdua.
“Selamat datang, Rhea, dan…?” Madam Starla menyapa juga menanyakan nama Kanna di sampingku. Memang awalnya Madam Starla tak mengijinkan Kanna ikut denganku, tapi aku memaksa, meyakinkan kalau dia akan banyak membantu. “Kanna.” Aku menjawab singkat, Kanna mengangguk ke arah dua orang di depannya sebagai sopan santun.