Richard dengan sigap melompat dari jendela, menembus hutan, melintasi wilayah bebatuan. Beruntung, baru setengah jalan di padang bluebell Richard bertemu Tuan Damian.
“Tuan Damian, bagaimana anda bisa di sini?”
“Kalian menghilang setelah makan malam. Aku khawatir dan mencari kalian. Warga yang tak sengaja melihat kalian dengan senang hati memberi tahuku.” Tuan Damian menjelaskan selagi Richard mengatur nafas.
“Dimana Theo dan Will? Kenapa kau berlarian?” Tuan Damian bertanya khawatir, mengintip ke belakang Richard berharap menemukan dua lainnya. Wajah Richard berubah, meminta Tuan Damian mendengarkan baik-baik. Richard menceritakan semuanya dengan efektif, padat, dan mudah dimengerti. Dia menjelaskan tentang kami, menjelaskan soal kami yang bukan pustakawan sungguhan, tentang misi kami sesungguhnya, tentang peralatan canggih yang dimiliki Akinwole, tentang rinderpest, juga tentang rice blast.
“Astaga, itu buruk sekali. Kau yakin Akinwole melakukannya?” Tuan Damian memastikan cerita Richard yang dijawab anggukan.
“Baiklah, aku akan memanggil bantuan.” Dengan cepat Tuan Damian melakukan panggilan ke satu-satunya alat komunikasi canggih yang dimiliki suku ini. Hanya beberapa detik Tuan Damian segera menutup panggilannya.
“Sarki segera menuju kesini menggunakan kuda terbaiknya.” Tak sampai 15 menit menunggu, Akintunde sudah sampai di padang bluebell dengan kuda paling gagah yang pernah dilihat Richard. Dia datang sendirian.
“Anda benar-benar datang sendirian, sarki?” Tuan Damian bertanya memastikan keputusannya.