Dua tahun lalu.
Ruangan itu mendadak lengang setelah salah satu pria di dalamnya memperlihatkan nominal uang yang telah ditransfernya ke rekening pria di depannya yang kini membelalak tak percaya.
“Itu baru uang muka, anggap saja amal jika ternyata kau menolak tawaranku tadi.” Pria kurus bermata sipit itu berkata enteng seperti uang yang baru saja dihamburkannya tak ada artinya sama sekali. Dia memperbaiki posisi kacamatanya yang merosot karena kekehannya. Pria di depannya menelan ludah. Perawakannya kecil, wajahnya yang biasanya riang kini tertekuk karena berpikir keras.
“Tentu jumlah itu akan berkali lipat jika kita bisa sepakat hari ini, Tuan Damian.” Pria bermata sipit itu kembali memancing. Pria berperawakan kecil itu masih tak menjawab, menimbang-nimbang, keputusan ini sangat tidak mudah.
“Ayolah, aku tahu kau butuh banyak uang untuk biaya pengobatan putrimu.”