“Kami juga tahu tentang rencana brainwash. Juga bagaimana kau memasangnya ke tubuh penduduk suku.” Kali ini aku menggantikan Richard bicara. Akinwole yang berada di tengah-tengah kami tidak tahan dengan ketidaktahuannya.
“Apa yang sebenarnya kalian bicarakan? Astaga rinderpest, rice blast? Dan lagi, brainwash? Apa kalian semua sudah gila?!” Akinwole berteriak meminta penjelasan yang berhak dia dapatkan. Namun tak ada orang yang merasa cukup penting untuk menjelaskan kepada Akinwole saat ini.
“Astaga, kalian sendiri yang memberitahuku kalau dan-uwa melanggar peraturan, dia jelas menggunakan teknologi canggih ini diam-diam.” Akinwole terdiam demi mendengar perkataan Akintunde. Dia benar. Akinwole tak berhak banyak tanya saat ini karena dia juga melakukan kesalahan fatal. Kami menoleh mendengar suara William yang terkekeh.
“Untuk menjebak musuh sejati, kami perlu menjebak sekutu.” William berkata meledek. Akinwole tampak kesal karena paham dia telah dimanfaatkan. Akintunde lebih kesal lagi, ekspresinya kini marah, Tuan Damian masih bergeming di tempatnya.
Hanya sebentar setelah deklarasi kemenangan kami, terdengar suara keras di arah pintu. Richard roboh tak sadarkan diri. Aku dan William menatap tak percaya. Di atas tubuh yang terkulai itu berdiri pria tua yang baru saja melumpuhkan Richard. Dengan ekspresi datar dia menginjak kepala Richard, merapikan sarung tangannya yang sedikit bergeser karena gerakannya. Dari pakaiannya yang bersetelan, jelas dia adalah seorang bulter – pelayan, tapi tentu bukan pelayan sembarangan. Dengan usia setua itu dia dengan mudah mengatasi Richard, dan lagi kami sama sekali tak merasakan kehadirannya. Gerakannya halus tak terdengar.
“Kalian pintar ya.” Kini suara dari arah pintu mengalihkan perhatian kami dari Richard. Akintunde menyeringai, ini tentu bukan hal baik. Refleks aku memberi kode William untuk memanggil Tobias dan helikopternya. Tobias bisa mendarat di wilayah batuan luas tadi, dengan satu tombol darurat dari William, Tobias akan langsung tahu koordinat kami,
Seorang pria sipit berkacamata masuk dari lubang pintu, dia membenarkan posisi kacamatanya yang agak merosot. Kami sangat mengenali pria itu, dialah pemilik perusahaan energi paling adikuasa di dunia. Wei Johan. Dengan satu kode tangan dari Wei Johan, si pria tua sigap melesat ke arah William. William yang sudah siap gesit menghindar. Gagal dengan William, pria tua itu bergerak ke arahku. Sekelebat bersamaan dengan seluruh gerakan pria tua, Akintunde juga bergerak menyerang Akinwole. Di sudut mataku aku melihat Tuan Damian dengan menyedihkan berjongkok di sudut ruangan melindungi diri dari perabotan yang melayang atau pecah berhamburan. Dengan susah payah dia merangkak menuju tubuh tak berdaya Richard yang sedang ditendang dipermainkan Wei Johan. Tuan Damian entah kenapa sepertinya memohon pada Wei Johan untuk berhenti, kemudian Tuan Damian mengikat tubuh tak berdaya Richard.
Pria yang kami hadapi ini sangat gesit walau dengan tubuh tuanya. Aku dan William tak diuntungkan karena energi kami sudah terkuras setelah melawan tubuh kekar Akinwole. Ruangan gubuk ini sudah entahlah bentuknya. Aku teringat Akinwole, mencoba memeriksa keadaannya dengan Akintunde dari sudut mataku. Buruk. Energinya pasti juga terkuras setelah melawan kami, Akintunde lebih unggul. Tinggal menunggu waktu sampai kami kelelahan. Aku memberi kode ke William, aku tahu dia enggan dengan rencana ini, tapi akhirnya samar mengangguk. Aku menghadang si pria tua agar William bisa leluasa. William berlari tepat saat aku berhasil dipiting si pria tua. Pertarungaan kedua kakak beradik itupun selesai dengan salah satunya bernasib tak jauh berbeda denganku. Akinwole berusaha memberontak dan berteriak bertanya apa alasan Akintunde melakukan ini.
Wei Johan menyadari William yang akan kabur, entah darimana itu berasal tapi dia mengeluarkan jarum besar dari sisi tubuhnya. Kini dia mengabaikan tubuh Richard dan mulai melempari William dengan jarum itu. Aku langsung khawatir hanya dengan melihat bentuk jarum itu, terburuknya jarum itu berisi racun. William menunduk berhasil menghindar, kemudian bersalto dan melompat kesana kemari. Semua hingar-bingar ruangan akhirnya terhenti setelah aku memastikan William berhasil keluar dengan selamat. Sesuai rencana apabila kami terdesak maka orang yang akan kabur meminta bantuan adalah William yang memang paling gesit dan memilki daya tahan tubuh berlebih diantara kami bertiga.
Anehnya Wei Johan hanya terkekeh, memencet sesuatu di arloji yang melingkar di tangan kirinya. Bunyi mendesing menguar di telingaku. Alat interferensi komunikasi. Astaga, dia merusak alat komunikasi kami. Ini bukan berita baik, William dan Tobias akan kesulitan.