Paradox

Thaliba Faliq
Chapter #37

Mahkota

Akintunde sigap keluar dari pengawasan Akinwole. Tubuhnya memang masih dikunci oleh Akinwole, tapi kakinya berhasil bergerak menendang kelereng dari genggaman Tuan Damian. Akintunde mengarahkan kelereng itu tepat kepada Wei Johan yang segera berontak bangkit dari tindihan kaki Kanna. Kanna terjengkang karena gerakan mendadak itu, Richard berhasil ditinjunya, cukup untuk membuat Wei Johan lolos dari mereka berdua. Untuk pertama kalinya kami melihat Wei Johan melompat akrobatik untuk menangkap kelereng. Dia segera menekan perintah layar hologram yang masih aktif itu. Wei Johan tertawa puas bersamaan dengan Richard yang kembali mengunci tubuhnya, kelereng itu menggelinding lepas.

“Apa yang kau lakukan Akintunde!” Akinwole memekik menyadari apa yang dilakukan adiknya. Akintunde hanya meringis mengejek saat tangan Akinwole menguncinya lebih kuat, tapi itu sungguh terlambat karena sistem sudah aktif. Suara dari kelereng muncul memenuhi ruangan.

“Brainwash tool activated.” Layar berubah merah memberi tanda peringatan besar. Kami semua tegang.

Tak lama setelah alat itu aktif, cengkeraman Akinwole terlepas dari tubuh Akintunde. Akinwole kini berdiri tegap dengan tatapan mata kosong. Seluruh penjaga dan tetua yang awalnya tak sadarkan diri pun perlahan bangkit dengan kondisi yang sama seperti Akinwole. Kami segera menyadari kalau nanochip di kepala mereka telah aktif. Kami mencoba memanggil-manggil mereka tapi tak ada respon, mereka semua tetap berdiri bergeming dengan tatapan kosong. Aku yakin seluruh warga Paria di penjuru desa juga dalam posisi yang sama sekarang. Dari semua orang suku Paria di ruangan ini, hanya Akintunde dan Akinleye yang tidak terpengaruh. Akintunde kini tegap berdiri tak peduli, mengusap tangannya yang sakit karena kuncian kakaknya tadi.

“Apa yang kau lakukan Akintunde?” Akinleye bertanya tak percaya.

Kawuna tak perlu khawatir, hanya kawuna yang tidak kupasangi nanochip itu.” Akintunde berkata santai.

“Bukan itu, kau harus menghentikannya atau kau akan menyesal.”

Akintunde berhenti mengusap tangannya, berpura-pura berpikir. “Sepertinya aku tak akan menyesal.” Akinleye menatap tak percaya pada perubahan sikap keponakannya itu.

“Akinwole-lah yang meminta uba kalian menjadikanmu sarki. Tapi alasannya bukan seperti yang kau katakan tadi.” Kini Akintunde berbalik ke arah Akinleye, tampak penasaran dengan perkataan itu.

“Apa maksud kawuna?”

Akinleye melanjutkan penjelasannya yang tertunda. “Uba kalian awalnya memang memilih Akinwole untuk menggantikannya sebagai sarki, tapi dia menolak. Akinwole ingin fokus mengurus strategi dan mendampingimu saja. Dia memang cocok dengan pekerjaan itu. Lagipula dia sebenarnya paham benar kalau banyak tetua yang tidak menyukainya. Mereka lebih menyukaimu yang ramah dan menyenangkan diajak bicara. Semua tetua memang tidak diberitahu ketika uba kalian menawari Akinwole menjadi sarki. Itu hanya percakapan santai Ayah dan anak, aku secara kebetulan saja ada di sana dan uba kalian tidak keberatan.”

Lihat selengkapnya